Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah resmi memutuskan untuk melepaskan harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium sesuai harga pasar.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi VI DPR RI Elly Rachmat Yasin mengatakan, kebijakan itu menunjukkan bahwa tata niaga minyak goreng di Indonesia tidak jelas.
“Dengan pemerintah membuat kebijakan melepaskan harga minyak goreng sesuai harga pasar, maka harga minyak goreng bisa melonjak lagi. Harga minyak goreng di pasaran akan menjadi tidak pasti dan membuat bingung masyarakat,” kata Elly Rachmat Yasin di Jakarta, Rabu (16/3/2022).
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.
Baca juga: Pengamat: Pemerintah Gagal Atasi Kisruh Minyak Goreng, Kebijakan Berubah-ubah
Kebijakan HET ini mulai berlaku pada 1 Februari 2022.
“Kebijakan HET minyak goreng curah dan kemasan yang harusnya mulai diberlakukan pada 1 Februari 2022 saja belum berjalan efektif. Sekarang malah muncul kebijakan baru minyak goreng, yakni melepaskan harga minyak goreng sesuai pasar,” terang politisi PPP ini.
PPP pun meminta pemerintah membuat tata niaga minyak goreng yang lebih terukur dan jelas.
Pemerintah juga harus bertindak tegas dalam menegakkan aturan terkait tata niaga minyak goreng.
Menurut Elly, perlu dilakukan kontrol lebih ketat di lapangan.
Hal itu perlu dilakukan agar produsen minyak goreng bisa memenuhi pasokannya dan masyarakat mendapatkan harga minyak goreng murah sesuai aturannya.
Baca juga: HET Minyak Goreng Dicabut, DPR : Pemerintah Lemah, Nyerah Pada Kartel yang Mendikte Pasar Pangan
Diketahui, harga minyak goreng curah masih tertahan tinggi di angka Rp16.000 per liter pada Senin (7/3/2022).
Sementara, harga minyak goreng kemasan sederhana berada di angka Rp16.600 atau mengalami kenaikan 0,61 persen dari posisi Rp16.500 pada Jumat (4/3/2022).
Berubah-ubahnya kebijakan minyak goreng di tanah air, menurut Elly, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah tidak terukur. Tata niaga minyak goreng dinilainya hanya coba-coba.
“Kami menyayangkan tata niaga minyak goreng yang tidak terukur dan tidak jelas. Setiap ada masalah, kebijakannya diubah, diubah lagi. Padahal bisa jadi masalah itu muncul karena tidak ada evaluasi menyeluruh,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti kebocoran penjualan minyak goreng murah ke luar negeri. Jumlahnya 415 ton yang diperoleh dari kebijakan DMO, namun ternyata tidak didistribusikan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan minyak goreng dengan harga murah.
“Adanya penimbunan dan kebocoran yang dilakukan oleh oknum produsen atau distributor karena adanya selisih harga di dalam negeri dengan di luar negeri jangan sampai terjadi lagi,” pungkasnya.