News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Amandemen UUD 1945

Mendukung Sikap F-PDIP di MPR, HNW: Agar Tak Disusupi Untuk Amandemen Penundaan Pemilu

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung MPR RI, Senayan, Jakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid sepakat dengan sikap berbagai pakar HTN, juga Fraksi PDIP MPR RI dan beberapa anggota DPD, yang mengusulkan agar amandemen konstitusi sekalipun terbatas terkait pokok-pokok haluan negara (PPHN), untuk ditunda hingga sesudah 2024.

Karena saat ini kondisi politik sudah tidak kondusif, apalagi adanya kekhawatiran amandemen terbatas itu akan ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin mengubah UUD untuk menunda Pemilu dan atau memperpanjang masa jabatan Presiden. 

“Ini sikap yang bijak, sekalipun F-PDIP MPR semula mendukung amandemen terbatas UUD untuk menghadirkan PPHN sesuai rekomendasi dari Pimpinan MPR periode sebelumnya, tetapi karena mempertimbangkan dinamika politik kekinian yang tidak kondusif, apalagi adanya pihak-pihak yang kabarnya akan menunggangi usulan amandemen terbatas itu untuk meloloskan agenda politik mereka yaitu menunda Pemilu dan atau memperpanjang masa jabatan Presiden," kata Hidayat dalam keterangannya, Sabtu (19/3/2022).

Menurutnya, wajar bila sekarang pimpinan F-PDIP di MPR, yang juga Wakil Ketua MPR DR Ahmad Basharah, menyampaikan sikap F-PDIP agar rencana amandemen sekalipun terbatas itu ditunda, hingga selesainya periode MPR 2019-2024.

PKS pun mendukung sikap terakhir F-PDIP ini, karena bersesuaian dengan sikap Fraksi PKS MPR, yang bahkan sejak periode yang lalu sudah menolak mengamandemen UUD untuk menghadirkan PPHN. 

"F-PKS MPR-RI berpendapat untuk hadirkan PPHN cukup melalui UU yg diperkuat,” sambungnya.

HNW sapaan akrabnya mengatakan, UUD 45 sebelum perubahan memang tidak mengatur secara rinci dan tegas soal tatacara perubahan terhadap UUD, tetapi  UUDNRI 1945 Pasal 37 ayat (1), (2), (3) & (4) yang berlaku semenjak 2002 sudah mengatur dengan sangat jelas dan tegas soal rincian tatacara usulan perubahan terhadap UUDNRI 1945.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kamis (10/3/2022). (Doc. MPR)

Sehingga sejak proses usulan amandemen harus jelas dan definitif termasuk materi yang ingin diamandemen. 

Baca juga: Jazilul Fawaid: Sampai Hari Ini MPR Hanya Kaji PPHN, Tak Ada Usul Soal Amandemen UUD 1945

Tak hanya itu, hal ini guna menutup celah bisa hadirnya agenda yang disusupkan. 

"Tetapi tetap saja banyak pihak khawatir adanya ‘penumpang gelap’ yang ingin mengembalikan Indonesia ke zaman ‘pra Reformasi’. Dan itu terlihat pada beberapa pekan ini, santer sekali terbaca adanya manuver usulan perubahan UUD untuk penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan Presiden, dengan memakai momentum adanya usulan perubahan terbatas terhadap UUD," ungkapnya.

HNW juga menyebut, kondisi politik yang sedang tidak kondusif, apalagi sekarang sudah masuk ke tahun Politik menjelang pelaksanaan pemilu 2024.

Maka kekhawatiran adanya pihak yang mencoba menyusupkan agenda penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden, sangat wajar diwaspadai, dan disikapi dengan tegas, seperti oleh F-PDIP MPR.

"Agar manuver-manuver  yang tak sesuai dengan konstitusi itu dapat dikoreksi dan diakhiri,” ujarnya. 

HNW menambahkan mayoritas pimpinan MPR RI, termasuk Ketua MPR, memang telah menyatakan tidak ada agenda amandemen UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden. 

Namun, dengan tetap ngototnya sebagian pihak untuk mengusulkan perpanjangan masa jabatan Presiden, dengan menunggangi adanya rekomendasi di MPR untuk hadirkan PPHN di mana semula sebagian Fraksi, seperti FPDIP, mengusulkan agar itu dilakukan melalui amandemen terbatas terhadap UUDNRI 1945.

Maka akan lebih meyakinkan masyarakat apabila usulan terbuka dari FPDIP untuk menunda pengusulan amandemen terbatas itu juga diikuti dan secara terbuka dinyatakan juga oleh Fraksi-fraksi di MPR dari Partai-Partai koalisi.

"Agar dengan demikian maka semua pihak segera menghentikan manuver dan segera focus mensukseskan pelaksanaan  UUDNRI 1945 dan UU Pemilu yang telah menjadi kesepakatan antara KPU, Pemerintah dan DPR, bahwa Pemilu diselenggarakan pada 14-2/2024, tidak ditunda, dan karenanya masa jabatan Presiden juga tidak ditambah,” jelasnya.

Lebih lanjut, HNW juga mendukung wacana agar masyarakat mengawal MPR agar tetap bisa menjaga konstitusi termasuk yang terkait dengan ketentuan pembatasan masa jabatan Presiden maupun Pemilu lima tahun sekali.

Baca juga: Dialog Kebangsaan DPD RI Munculkan 2 Wacana Solusi Permasalahan Bangsa, Revolusi atau Amandemen

"Dan untuk mewaspadai adanya gerakan-gerakan yang tetap ingin memaksakan agendanya memperpanjang masa jabatan presiden, sekalipun itu inkonstitusional. Gerakan ini tentu saja bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi yang merupakan amanat reformasi dengan adanya pembatasan masa jabatan Presiden dan bahwa Pemilu diselanggarakan 5 tahun sekali," paparnya.

"Agar tak terulang  pengalaman kelam bangsa Indonesia sebelumnya, karena tidak tegasnya aturan soal  masa jabatan Presiden, dan Pemilu yang diatur 5 tahun sekali," jelasnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan posisinya  dan sikap PKS untuk konsisten terus menjaga amanat Reformasi dan Konstitusi, dan bersama dengan masyarakat untuk melaksanakan ketentuan2 Konstitusi, dan mengkritisi.

Serta menolak gerakan inkonstitusional yang inginkan pemilu ditunda atau masajabatan Presiden diperpanjang. 

"Agar ada keteladanan patuhi dan laksanakan Konstitusi, sehingga Rakyat masih bisa percaya dengan lembaga-lembaga negara dan demokrasi,  untuk keselamatan NKRI,” pungkasnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini