TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Sosial dan Kesejahteraan Rakyat Yerry Tawalujan memberikan usulan guna pengendalian harga minyak goreng.
Menurut Yerry, ada empat hal yang perlu dilakukan pemerintah guna menekan harga minyak goreng.
Pertama, 25% total produksi Crude Palm Oil (CPO) harus dijual di dalam negeri mengikuti Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Kedua, sisanya 75% produksi CPO bisa mengikuti harga pasar.
Ketiga, pemerintah harus berani dan tegas mengendalikan harga CPO, karena harganya memang sangat tinggi. Jika tidak dikendalikan, sulit untuk membuat harga minyak goreng turun.
Keempat, kebijakan ini tidak akan merugikan pengusaha dan produsen CPO, karena keuntungan dari kelapa sawit sangat tinggi akibat kenaikan harga, sedangkan biaya produksi tetap sama.
"Partai Perindo sangat berpihak pada rakyat kecil. Kami melihat perusahaan kelapa sawit panen luar biasa, tapi di sisi lain rakyat susah," ujar Yerry, Minggu (20/3/2022).
Yerry menegaskan pemerintah harus berani membuat kebijakan ini, karena biaya hidup masyarakat meningkat padahal daya beli masih rendah akibat terdampak pandemi.
"Kalau harga minyak goreng dibuka mengikuti harga pasar seperti sekarang, biaya hidup masyarakat akan tambah meningkat. Hal ini tidak boleh terjadi. Kami Partai Perindo akan berjuang supaya masyarakat tidak terbebani dan harga minyak goreng terkendali," pungkas Yerry.
Temuan Satgas Pangan
Sebelumnya, Satgas Pangan Polri mendorong produsen minyak goreng agar tidak mengurangi produksi dan distributor mempercepat penyaluran dengan harga yang telah ditetapkan sehingga terjangkau oleh masyarakat.
Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Pol Helmy Santika mengungkapkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri beberapa waktu terakhir lebih disebabkan oleh terhambatan distribusi karena pelaku usaha mengurangi produksi dan distribusi.
“Kelangkaan minyak goreng juga disebabkan adanya indikasi aksi borong dan penyimpanan stok dalam jumlah di atas rata-rata kebutuhan bulanan, kemudian dijual kembali oleh reseller atau spekulan dengan harga di atas ketentuan,” ujar Helmy dalam keterangannya, Sabtu (20/3/2022).
Menurut dia, hal itu menyebabkan terhambatnya proses distribusi sehingga terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
"Untuk mengatasinya, Satgas Pangan melakukan terus monitoring di lapangan untuk mengetahui hambatan distribusi,” ujarnya.