Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa dugaan tindak pidana terorisme, Munarman menyebut kasus hukum yang menjeratnya sengaja direkayasa demi menutupi perkara pembunuhan unlawful killing terhadap 6 laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab.
Hal ini disampaikan sendiri oleh Munarman saat membacakan nota pembelaan alias pleidoi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (21/3/2022).
Bukan cuma itu, Munarman turut menyinggung pembubaran FPI dengan alasan mendukung ISIS. Kemudian ada kejadian yang sengaja dicari dan dikonstruksikan agar seolah FPI mendukung ISIS adalah benar.
"Perkara ini memang direkayasa untuk menutupi dan menjustifikasi extra judicial killing terhadap 6 orang pengawal HRS," kata Munarman.
Baca juga: Munarman: Tidak Ada Bukti Hukum Apapun tapi Targetnya Saya Harus Masuk Penjara
Munarman menyebut diinterogasi di luar hukum acara dan ditanya tentang Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3). Bahkan, Munarman menyebut ditanya soal peran keterlibatannya di advokasi kasus peristiwa KM 50.
Bahkan Munarman mengaku dokumen laporan pemantauan dari Komnas HAM tentang peristiwa KM 50 ikut disita dan diminta untuk dimusnahkan.
"Padahal kalau akal sehat digunakan, dan perkara ini adalah murni perkara hukum terorisme yang terjadi dalam rentan waktu 2014-2015, apa hubungan antara tuduhan dan dakwaan dalam perkara ini dengan peristiwa KM 50 yang terjadi pada Desember 2020? Dan apa hubungan dokumen Komnas HAM yang adalah merupakan lembaga Negara yang memang berwenang membuat Laporan, malah dijadikan barang sitaan dan dituntut untuk dimusnahkan?" tanya dia.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut Munarman 8 tahun penjara. Munarman diyakini jaksa melakukan pemufakatan jahat atas perkara dugaan tindak pidana terorisme.
Baca juga: Munarman Sebut Dirinya Sudah Jadi Target Harus Masuk Penjara, Dijerat Kasus Terorisme
Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme di sejumlah tempat dan dilakukan secara sengaja.
Jaksa menyebut eks Sekretaris Umum FPI itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga bertujuan menimbulkan teror secara luas dan membuat pemufakatan jahat.
Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Jaksa menuntut Munarman melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.