Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme, Munarman menyebut ada pihak yang lebih pantas untuk duduk di kursi terdakwa dibanding dirinya.
Pihak tersebut adalah penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU).
Munarman menyatakan hal tersebut saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (21/3/2022).
Ia mengatakan ada upaya penyesatan dari pernyataannya yang disusun penyidik dan jaksa.
Diksi yang dimaksud Munarman adalah qisos, takzir, khilafah, dan daulah.
Padahal kata-kata diksi tersebut menurutnya adalah kosa kata yang sifatnya denotatif yang oleh penyidik dan jaksa diartikan sebagai makna konotatif.
"Maka seharusnya yang duduk di kursi terdakwa ini adalah penyidik dan penuntut umum yang memiliki pemahaman sesat terhadap qisos takzir dan daulah ini. Karena pemahaman penyidik dan penuntut umum sama persis sesatnya dengan pemahaman para teroris yang dihadirkan," ucap Munarman.
Baca juga: Munarman: Tidak Ada Bukti Hukum Apapun tapi Targetnya Saya Harus Masuk Penjara
Mantan Sekretaris FPI itu menegaskan bahwa tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya dengan tujuan menggerakkan orang lain untuk berbuat kejahatan terorisme, baik itu membunuh, menculik atau menghancurkan objek vital.
"Tidak ada satupun kata atau kalimat saya yang mengandung tujuan untuk menggerakan orang melakukan tindakan terorisme. Tidak ada kata kalimat saya untuk ke baiat, hijrah, atau kekerasan dalam bentuk apapun. Menyuruh membunuh, menculik, menyuruh menghancurkan benda-benda objek vital, atau menyuruh tidak dalam segala bentuknya," katanya.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut Munarman 8 tahun penjara.
Munarman diyakini jaksa melakukan pemufakatan jahat atas perkara dugaan tindak pidana terorisme.
Baca juga: Munarman Sebut Dirinya Sudah Jadi Target Harus Masuk Penjara, Dijerat Kasus Terorisme
Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme di sejumlah tempat dan dilakukan secara sengaja.
Jaksa menyebut eks Sekretaris Umum FPI itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga bertujuan menimbulkan teror secara luas dan membuat pemufakatan jahat.
Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Jaksa menuntut Munarman melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.