Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.
Kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam.
Bunyi pasal enam Kodeki: "Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat".
"Sebetulnya kami tidak mengusik disertasi yang diajukan Terawan, apalagi Prof Irawan sebagai promotor," jelas Prijo.
Namun, temuan hasil penelitian akademik yang akan diterapkan pada pasien harus melalui serangkaian uji hingga layak sesuai standar profesi kedokteran.
Bukan berarti yang sudah ilmiah secara akademik lantas ilmiah secara dunia medis.
"Ada serangkaian uji klinis lewat multisenter, pada hewan, in vitro, in vivo. Tahapan-tahapan seperti itu harus ditempuh," imbuh Prijo.
Terapi pengobatan, kata Prijo, lagi-lagi mesti sejalan dengan sumpah dokter dan kode etik, termasuk dokter dilarang mempromosikan diri.
Testimoni yang berasal dari para pejabat, selebriti papan atas, atau pasien bukanlah evidence base yang menguatkan penelitian akedemik untuk layak dalam dunia medis.
Sanksi pemecatan dokter Terawan oleh IDI berlangsung selama 12 bulan sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.
4. Tangani pasien stroke sejak 2005
Dilansir dari laman warta kota, Terawan mengaku sudah menerapkan metode cuci otak untuk mengatasi masalah stroke sejak tahun 2005.
"Sudah sekitar 40.000 pasien yang kami tangani," katanya.
Bahkan menurutnya, tak banyak komplain dari masyarakat yang ia terima sehingga menjadikan bukti keampuhan metode yang diterapkannya itu.
Setelah itu, ia menemukan metode baru untuk menangani pasien stroke yang disebut dengan terapi çuci otak dan penerapan program Digital Substraction Angiogram (DSA).
5. Metode cuci otak Terawan
Dilansir dari TribunJateng, dokter Terawan menjelaskan metode 'cuci otak' itu secara ringkas sebenarnya adalah memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha penderita stroke.
Hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah terdapat penyumbatan pembuluh darah di area otak.
Penyumbatan tersebut dapat mengakibatkan aliran darah ke otak bisa macet dan dapat menyebabkan saraf tubuh tidak bisa bekerja dengan baik.
Kondisi inilah yang terjadi pada penderita stroke.
Sumbatan tersebut melalui metode DSA kemudian dibersihkan sehingga pembuluh darah kembali bersih dan aliran darah pun normal kembali.
Cara membersihkan sumbatan pembuluh darah pun terdapat berbagai cara.
Mulai dari pemasangan balon di jaringan otak (transcranial LED) yang dilanjutkan dengan terapi.
Selain itu ada juga cara lain yaitu memasukkan cairan Heparin yang bisa memberi pengaruh pada pembuluh darah.
Cairan tersebut juga menimbulkan efek anti pembekuan darah di pembuluh darah.
"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi cuci otak itu," jelas Terawan.
Terawan pun menyediakan dua lantai ruangan di RSPAD khusus untuk menangani pasien stroke bernama Cerebro Vascular Center (CVV).
Dikabarkan setiap hari ada sekitar 35 pasien yang melakukan perawatan di ruangan ini. Biayanya pun berkisar antara Rp 35 juta sampai Rp 100 juta per pasien. (*)