Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto berbicara mengenai perang generasi kelima hingga matra siber dan antariksa yang dimiliki oleh sejumlah angkatan bersenjata negara lain.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang urgensi persiapan TNI menuju perang generasi kelima dikaitkan dengan kenyataan bahwa konflik Rusia dan Ukraina masih melakukan perang konvensional, Andi berharap saat ini adalah kesempatan bagus untuk Indonesia mengejar teknologi yang digunakan dalam peperangan generasi kelima.
Menurutnya, konflik antara Rusia dan Ukraina secara militer masih tampak sebagai peralihan dari perang generasi dua ke generasi tiga.
Namun demikian, kata dia, hal itu antara lain karena Rusia masih membatasi diri untuk tidak menggelar kekuatan-kekuatan terbarunya.
Baca juga: Terkait PPSA XXI, Ini Pertanyaan Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto
Meski begitu, Andi mengatakan belakangan ini sudah terlihat indikasi Rusia sudah mulai meningkatkan jenis serangannya di antaranya melalui rudal hipersonik dan drone dengan karakter bomber.
Hal tersebut disampaikannya di sela-sela Seminar Internasional "Air Power" yang digelar TNI AU dengan tema "Pembangunan Kekuatan Udara Nasional Untuk Menghadapi Ancaman Pada Era Perang Generasi Ke-5" di Gedung Puri Ardhya Garini Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (30/3/2022).
"Jadi menarik untuk dilihat walaupun belum tampak gabungan (kekuatan) antara air (udara), cyber (siber) dengan space (antariksa) dalam konflik yang terjadi di Rusia dan Ukraina," kata Andi.
Andi juga berpendapat, penggunaan kombunasi kekuatan udara, siber, dan antariksa oleh angkatan bersenjata di dunia baru akan matang setelah 2030.
"Karena baru akan matang nanti setelah 2030, ini kesempatan bagus untuk kita mengejar teknologi itu, semoga bisa melakukan adopsi teknologinya nanti dalam Renstra pertahanan baru, setelah 2024," kata Andi.
Andi mengatakan dalam perang generasi kelima teknologi-teknologi lintas domain akan menjadi penentu kekuatan angkatan bersenjata.
Dalam kaitannya dengan TNI AU, kata Andi, maka pengembangan dari air defense identification zone (ADIZ) berpotensi dikombinasikan dengan matra lain.
"Tapi yang paling utama yang nanti dikembangkan di ruang cyber dan ruang antariksa, di space itu menjadi wajib kalau kita memang ingin mengejar perang generasi kelima di matra udara," kata Andi.
Andi juga menjelaskan karakteristik pengembangan teknologi perang generasi kelima tidak bisa dilakukan satu per satu melainkan harus dilakukan secara simultan.
Hal tersebut, kata dia, karena yang harus dikembangkan adalah sistem secara keseluruhan sebagaimana karakteristik perang generasi kelima yang mengedepankan sistem integrasi lintas matra dan lintas domain.
Teknologi yang akan berperan pada perang masa depan tersebut, kata dia, di antaranya artificial intelligence, big data, block chain dan antariksa.
Saat ini, kata dia, sejumlah angkatan bersenjata negara lain telah mengembangkan kekuatan matranya.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Rusia, bahkan Australia, kata Andi, saat ini angkatan bersenjatanya sudah memiliki enam sampai tujuh matra.
"Banyak negara-negara utama di dunia ini sekarang angkatan bersenjatanya sudah melampaui tiga matra, sekarang banyak angkatan udara yang cyber sudah jadi matra sendiri, komandannya bintang empat. Space sudah jadi matra sendiri, komandannya bintang empat," kata dia.
Andi berpendapat saat ini Indonesia juga tengah menuju ke arah sana.
Hal tersebut, kata dia, tampak dari bagaimana masing-masing matra di TNI telah memiliki satuan siber.
Namun demikian, Indonesia belum memang belum mulai untuk merambah domain space.
"Kita belum ke sana. Mungkin itu nanti akan kita mulai pada saat nanti Indonesia merencanakan menggelar satelit-satelit pertahanan, satelit-satelit militer ke depan dimulai dari sekarang," kata dia.