Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah selesai membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS pada Senin (4/4/2022).
Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya menyebut, Badan Legislasi DPR akan mengadakan rapat pleno untuk pengambilan keputusan tingkat I.
"Kalau bisa sesuai dengan jadwal, besok kita sudah pengambilan keputusan tingkat I," kata Willy dalam rapat pembahasan DIM RUU TPKS dengan pemerintah.
Setelah pembahasan DIM, Willy menyebut Panja dan pemerintah menggelar rapat tim perumus dan tim sinkronisasi untuk perbaikan redaksional.
Baca juga: Mayoritas Publik Inginkan UU TPKS, Legislator Harus Segera Merealisasikannya
Politisi Partai NasDem itu juga bicara soal materi DIM yang berkutat di Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) dan eksploitasi seksual
"Prosesnya sangat serius, memasukkan tambahan dua jenis kekerasan seksual, yang pertama KSBE, yang kedua eksploitasi seksual," ujar Willy.
Dalam materi DIM yang ditampilkan dalam rapat, ketentuan mengenai KSBE tertuang dalam Pasal 7A RUU TPKS.
Pasal 7A Ayat (1) mengetur tiga kategori perbuatan yang dianggap sebagai bentuk KSBE. Dalam pasal itu, ada tiga kategori perbuatan yang dianggap sebagai bentuk KSBE.
Yang pertama, melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar.
Kemudian, mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elekteronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual.
Lalu yang ketiga, melakukan penguntitan dan/atau menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual.
Baca juga: Peneliti ICJR Sampaikan Lima Rekomendasi terkait Pembahasan RUU TPKS, Apa Saja?
"Dipidana karena karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik dengan pidana penjara paling alam 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000," demikian bunyi Pasal 7A Ayat (1) RUU TPKS.
Sementara, Pasal 7A Ayat (2) mengatur ketentuan pidana atas KSBE dengan pemberatan dengan bunyi sebagai berikut.
"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan dengan maksud:
untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau
b. menyesatkan dan/atau memperdaya,
seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000".
Sementara itu, praktik eksploitasi seksual dapat dijatuhi hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Adapun praktik yang masuk dalam eksploitasi seksual adalah kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, atau ketergantungan orang.
Kemudian, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain.