“Apa saja pos belanja modal yang akan dilakukan oleh Pemda berdasarkan dengan penerimaan skema perpajakan sesuai dengan UU HKPD yang sudah dilaksanakan? Apakah sudah efisien, prioritas dan produktif? Lain Pusat, lain Provinsi, lain Daerah,” tambahnya.
Di akhir pemaparannya, Ibas mengajak untuk tunduk pada aturan yang berlaku termasuk UU.
Oleh karena itu harus ada jalan tengah antara Pusat dan Derah. Kepentingan beragam itu harus menuju tujuan besar Merah Putih kita.
“Semoga ada solusi terbaik. Sebagaimana catatan kritis kami selama ini," ujarnya.
“Jika UU HKPD ini adalah terobosan penting dalam konteks hubungan pusat dan daerah, di mana dunia melihat desentralisasi dan otonomi daerah sebagai ‘big bang’ dan bahkan suatu quite revolution," kata Ibas.
“Kami berharap pemerataan pembangunan ini bisa tercapai hingga pelosok Tanah Air, menuju keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia,” tandasnya.
Adapun dalam RDPU tersebut, APEKSI juga menyampaikan catatan rekomendasi terhadap UU HKPD kepada Pemerintah Pusat.
Baca juga: Launching Rakernas XV APEKSI dan ICE 2022 di Padang, Bima Arya Ungkap 3 Hal Baru
Antara lain mempertimbangkan kembali ketentuan pajak dan retribusi daerah yang berpotensi menghilangkan/mengurangi PAD yang tidak sesuai dengan semangat disusunnya UU ini.
Kemudian segera menerbitkan aturan teknis karena masyarakat menantikan keputusan hukum. Mempertimbangkan kembali Anggaran Wajib Belanja Pegawai maksimal 30 persen dan Anggran Infrastruktur pelayanan publik minimal 40 persen sehingga daerah dapat menerapkan prinsip otonomi dengan semestinya.
Mempertimbangkan Dana Kelurahan sebagai bagian Dana Transfer Daerah dalam meningkatkan pelayanan publik.
Terakhir, membuka ruang konsultasi publik dalam evaluasi pelaksanaan UU ini dan penyusunan aturan teknis.