Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri bakal memeriksa manajer klub sepak bola Madura United terkait dugaan kasus investasi bodong robot trading Viral Blast Global.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Gatot Repli Handoko menyatakan penyidik sejatinya telah memanggil manajer klub sepak bola Madura United tersebut pada Kamis (7/4/2022).
Namun, imbuh Gatot, yang bersangkutan tidak memenuhi pemanggilan Bareskrim Polri.
Alasannya, dia meminta untuk adanya jadwal pemeriksaan ulang.
"Penyidik sudah melakukan pemanggilan terhadap manajer salah satu klub sepak bola namun dari pihak manajer meminta jadwal ulang untuk diperiksa kepada penyidik," ujar Gatot di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/4/2022).
Lebih lanjut, Gatot menambahkan penyidik juga telah menjadwalkan pemeriksaan ulang pada pekan depan.
Namun, dia masih belum merinci terkait jadwal pemeriksaan tersebut.
"Saat ini sedang dijadwalkan penyidik pemeriksaanya ke depan. Minggu depan. Harusnya diperiksa kemarin tetapi dia diminta dijadwalkan ulang," katanya.
Baca juga: Bareskrim Buka Peluang Periksa Publik Figur yang Jadi Brand Ambassador Robot Trading DNA Pro
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar dugaan jaringan investasi bodong melalui aplikasi robot trading bernama Viral Blast Global.
Adapun total nilai investasi dalam aplikasi tersebut mencapai Rp1,2 triliun.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyampaikan bahwa total ada empat tersangka yang ditangkap oleh penyidik dalam kasus ini.
"Kami mendalami ada dugaan tindak pidana, undang-undang perdagangan dengan menggunakan skema pozi atau piramida. DIperkirakan membernya sudah mencapai 12.000 member dengan investasi sebesar Rp1,2 triliun," ujar Whisnu di Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/2/2022).
Dijelaskan Whisnu, kasus ini mencuat dalam lantaran sejumlah member merasa dirugikan menduduki kantor aplikasi Viral Blast Global di Surabaya, Jawa Timur.
Baca juga: Bareskrim Polri Ungkap Kerugian Sementara Korban Robot Trading Fahrenheit Capai Rp 480 Miliar
Mereka meminta pertanggungjawaban kepada pihak Viral Blast Global.
Whisnu menuturkan setidaknya masih terdapat satu tersangka yang dikejar pihak kepolisian.
Tersangka pun kini telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Menurutnya, aplikasi tersebut berada dalam perusahaan PT Trust Global karya yang tak memiliki izin melakukan perdagangan bisnis robot trading.
Selain itu, mereka juga memakai skema ponzi dalam beroperasi selama ini.
"Hasil kejahatan dinikmati bersama-sama oleh para penggurus VIral Blast dan affiliasinya," jelas dia.
Dengan begitu, ketiga tersangka yang telah berhasil ditangkap berinisial RPW, ZHP dan MU.
Mereka berperan memberikan presentasi dan meyakinkan calon member bahwa tidak akan rugi berinvestasi di Viral Blast.
Sementara itu, Kasubdit TPPU Kombes Pol Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana mengungkapkan perusahaan Viral Blast Global diketahui memasarkan produk e-book kepada membernya untuk digunakan trading.
Member yang bergabung diminta menyetorkan sejumlah uang sesuai paket yang ditawarkan untuk membeli e-book tersebut.
Baca juga: Mata Ngabalin Berkaca-Kaca saat Laporkan Kasus Penipuan yang Catut Namanya ke Bareskrim Polri
Bonus yang dijanjikan setiap merekrut member baru sebear 10 persen.
"Bonus untuk perekrutan dengan sistem Unilevel dengan total profit sharing 65 persen dari 20 persen keuntungan perusahaan," jelas dia.
Setelah itu, uang hasil penjualan tersebut dimasukkan ke dalam rekening exchanger yang telah ditunjuk untuk kemudian didistribusikan kepada pengurus aplikasi tersebut.
Diduga, mereka aktif melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan dan membayarkan uang hasil kejahatan tersebut.
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 105 jo Pasal 9 dan/atau Pasal 106 jo Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Para tersangka terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.