TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-undang (UU) dalam rapat paripurna DPR, Selasa (12/4/2022).
Lantas, apa itu UU TPKS?
Dikutip dari dokumen yang didapatkan Tribunnews.com, dalam Pasal 1 menjelaskan pengertian tindak pidana kekerasan seksual, yaitu:
"Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sepanjang ditentukan dalam Undang-Undang ini."
Baca juga: Poin Penting UU TPKS dan Jerat Pidana bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Baca juga: RUU TPKS Resmi Jadi Undang-Undang, Korporasi Bisa Dijerat Pidana, Denda Paling Banyak Rp 15 MiliarĀ
Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) menyebutkan, ada sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual, terdiri dari:
a. Pelecehan seksual nonfisik;
b. Pelecehan seksual fisik;
c. Pemaksaan kontrasepsi;
d. Pemaksaan sterilisasi;
e. Pemaksaan perkawinan;
f. Penyiksaan seksual;
g. Eksploitasi seksual;
h. Perbudakan seksual; dan
i. Kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain itu, dalam Pasal 4 ayat (2) juga menyebut 10 perbuatan lainnya yang termasuk tindak pidana kekerasan seksual:
a. Perkosaan;
b. Perbuatan cabul;
c. Persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak;
d. Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. Pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
f. Pemaksaan pelacuran;
g. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. Kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. Tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aturan Jerat Pidana bagi Korporasi yang melakukan TPKS
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, UU TPKS juga mengatur tentang jerat pidana bagi korporasi yang melakukan TPKS.
Definisi korporasi yang dimaksud tercantum dalam Pasal 1 tentang ketentuan umum UU TPKS, yang dimaksud korporasi dalam beleid itu adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU TPKS disebutkan:
"Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 5 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp 15 miliar."
Kemudian dalam Ayat (2) disebutkan:
"Jika kekerasan seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat Korporasi, dan/atau Korporasi."
"Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya restitusi pelaku Korporasi," demikian bunyi Ayat (3) UU TPKS.
Kemudian dalam UU TPKS disebutkan adanya restitusi.
Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita Korban atau ahli warisnya.
Baca juga: UU TPKS Disahkan, Ketua DPR: Aturan Pelaksanaan Teknis Harus Segera Disusun Pemerintah
Baca juga: RUU TPKS Resmi Disahkan Jadi Undang-Undang, Puan Maharani: Hadiah bagi Perempuan Indonesia
Sedangkan pada Ayat (4) disebutkan hukuman pidana tambahan bagi korporasi yang melakukan kekerasan seksual.
Pidana tambahan itu berupa:
1. Perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
2. Pencabutan izin tertentu;
3. Pengumuman putusan pengadilan;
4. Pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
5. Pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan Korporasi;
6. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha Korporasi; dan/atau
7. Pembubaran Korporasi.
Aturan Jerat Pidana bagi Pelaku Perbudakan Seksual
Pelaku perbudakan seksual dijerat pidana dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang tercantum di pasal 13.
"Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," demikian isi Pasal 13 UU TPKS.
(Tribunnews.com/Latifah/Gilang Putranto/Theresia Felisiani)