Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil Survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan kemampuan matematika, sains, dan membaca Indonesia berada pada peringkat rendah.
Untuk matematika, Indonesia berada di peringkat 75 dari 81 negara dunia, dengan skor 379.
Sangat jauh dibandingkan negara ASEAN lain seperti Singapura yang menduduki peringkat 2, dengan skor 569.
Rektor Universitas Tarumanegara Agustinus Purna Irawan menilai kemampuan matematika harus dilihat secara komprehensif.
"Pada anak-anak Indonesia yang kuliah di luar negeri, kemampuan matematika mereka justru lebih unggul karena pembelajaran kita jauh lebih mendalam dan luas. Sedangkan di luar negeri, fokus pada suatu bidang saja," ujar Agustinus melalui keterangan tertulis, Selasa (12/4/2022).
Agus menilai kemampuan matematika anak juga perlu melihat bagaimana proses pembelajarannya di sekolah, dari TK hingga SMA bahkan perguruan tinggi.
Secara umum ia menilai, matematika yang dipelajari di Indonesia sudah baik.
Baca juga: Matematikawan Ukraina Bunuh Diri di Moskwa, Usai Tak Diizinkan Tinggalkan Rusia untuk Bela Negaranya
"Proses pembelajaran akan membentuk kemampuan matematika anak,” ujarnya.
Sementara itu, Trainer Parenting Nasional Kurnia Widhiatuti mengatakan matematika adalah pengantar seseorang untuk memahami filsafat kehidupan.
Menurutnya, matematika sangatlah penting, dan tidak hanya berkutat dalam hitung-hitungan saja.
"Yang menarik, matematika mengaktivasi otak kiri dan kanan secara seimbang," tutur Kurnia.
Dirinya mengakui, ada kesan menakutkan terhadap matematika.
Menurutnya, selama ini yang membuat anak takut adalah doktrin.
"Ketika orang tua bilang bahwa matematika itu sulit, anak langsung menganggap matematika sebagai momok. Ubah dulu persepsi; matematika itu mudah dan menyenangkan," ujar Kurnia.
Kurnia berpendapat, melibatkan pihak lain seperti aplikasi belajar CoLearn merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan orangtua untuk menghilangkan kesan horor dari matematika.
Sistem belajar yang unik, lucu, dan menyenangkan, membuat anak senang belajar.
Baca juga: Viral Guru Matematika Mengajar Pakai Lagu, Sebut Metodenya Beri Dampak Positif bagi Murid
"Apalagi gurunya masih muda, dan metode belajar yang digunakan dekat dengan yang ada di sekitar anak,” ujarnya.
Melalui cara seperti ini, paradigma anak terhadap matematika bisa berubah, menjadi lebih positif.
Sistem berbasis kohort (cohort-based) ini membuat anak memiliki komunitas tersendiri. Familiaritas di ruang kelas membantu anak untuk lebih senang belajar.
Baca juga: Mahasiswa Indonesia Raih Medali Emas pada Kompetisi Matematika Internasional 2021
Di Kelas Live CoLearn juga ada Math in Action, di mana anak diajarkan konsep dan contoh aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti diketahui, PISA juga menemukan bahwa hanya 29% siswa Indonesia yang mencapai setidaknya level 2 untuk matematika.
Sebagai informasi, PISA membagi kemampuan siswa menjadi 6 level, dimulai dari level 1 yang paling rendah, hingga level 6 yang paling tinggi. Kemampuan siswa Indonesia yang mencapai level 2 tadi, sangat rendah dibandingkan rerata OECD yang mencapai 76%.
Untuk siswa Indonesia yang mendapat level 5 atau lebih, angkanya bahkan lebih rendah lagi: hanya sekitar 1% saja.