Dikatakannya, AS lebih banyak dilaporkan atas dugaan pelanggaran HAM timbang Indonesia.
"Itu justru dalam kurun, 2018-2021, Indonesia juga dapat laporan enggak jelas oleh 19 LS. Diwaktu yang sama, Amerika dilaporkan 76 kasus," kata Mahfud MD.
"Jadi, soal (dugaan pelanggaran HAM) itu kita saling lihat aja lah. Yang penting semuanya bekerja menurut garis masing-masing negara untuk menyelamatkan rakyatnya," sambung dia.
Baca juga: Mahfud MD Jawab Laporan Kemenlu AS Soal Dugaan Pelanggaran HAM Dalam Aplikasi PeduliLindungi
Terkait kabar pihak PBB bakal investigasi ke Indonesia, Mahfud MD menyebut hal tersebut tidak lah benar.
Ia menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran HAM tersebut hanya berupa laporan saja.
"Itu enggak (benar), hanya laporan saja."
"Itu tidak ada konsekuensi, oleh SPMH, hanya ditempelkan di website. Indonesia mau jawab enggak. Itu laporan yang biasa saja."
"Nah orang yang tidak tahu dianggapnya ini serius pelanggaran HAM," kata dia.
Baca juga: Legislator PDIP: Apa Dasarnya Laporan AS soal Aplikasi PeduliLindungi Melanggar HAM
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, terdapat sebuah laporan resmi yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS), pekan ini.
Laporan ini menganalisa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di 2021 di 200 negara.
Laporan tersebut juga memuat Indonesia.
Dalam laporan berjudul "Indonesia 2021 Human Rights Report" itu, AS menyebut ada indikasi aplikasi pelacakan Covid-19 Indonesia, PeduliLindungi, telah melakukan pelanggaran HAM.
Disebutkan bahwa PeduliLindungi memiliki kemungkinan untuk melanggar privasi seseorang.
Sebab, informasi mengenai puluhan juta masyarakat ada di dalam aplikasi itu dan pihak aplikasi juga diduga melakukan pengambilan informasi pribadi tanpa izin.
AS pun menyebut indikasi ini sempat disuarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa saja LSM tersebut.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Chaerul Umam)