News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU TPKS

Pakar Hukum Pidana Sebut UU TPKS Perlu Disinkronkan dengan Undang-undang Lainnya

Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa yang tergabung dalam Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual melakukan aksi unjuk rasa didepan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/12/2021). Dalam aksinya mereka mendesak DPR RI mengesahkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU Inisiatif DPR RI pada sidang paripurna DPR pembukaan masa sidang 13 Januari 2022 sebagai bentuk perempuan Indonesia bebas dari kekerasan dan pelecehan seksual. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana, Prof Dr. Agus Surono, menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR sudah lama dinanti oleh kalangan, terutama aktivis perempuan.

UU yang disahkan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani itu menurut Agus bakal menjadi acuan bagi para penegak hukum untuk memberikan hukuman kepada pelaku yang melakukan tindakan kekerasan seksual.

"Peran Puan Maharani sangat krusial dalam mendorong percepatan pengesahan UU tersebut yang sudah dinantikan pengiat perempuan selama hampir satu dekade," kata Agus dalam pesan yang diterima, Minggu (17/4/2022)

Baca juga: UU TPKS Jadi Bukti Perjuangan DPR untuk Terus Menghidupkan Semangat Kartini

Meski UU TPKS ini dijadikan sebagai acuan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila itu mengatakan ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian dalam UU ini.

Dia menyebut UU TPKS ini harus disinkronkan dengan UU yang lainnya, seperti KUHP, UU Pornografi, UU KDRT, dan UU Perlindungan Anak.

“Dalam praktiknya nanti, penegak hukum juga perlu memperhatikan undang-undang lain yang sudah ada sebelumya,” kata Agus.

Terkait dengan efektivitas sanksi yang ada dalam UU TPKS ini, dia menjelaskan bahwa dalam konsep hukum pidana, terutama pemidanaan, sudah ada ketentuan pidana dalam Pasal 10 KUHP, yang terbagi dalam pidana pokok dan pidana tambahan.

Namun menurut Agus, yang baru dalam UU TPKS ini adalah memberikan penegasan kembali, terutama terkait dengan pidana tambahan, yaitu dalam bentuk tambahan sanksi yang lebih keras dibandingkan dengan sanksi pidana pada umumnya.

Baca juga: UU TPKS Disahkan, KSP Dorong Percepatan Pengesahan RUU PPRT

Soal kekhawatiran publik terkait ada tumpang tindih antara UU TPKS dengan UU Pornografi, UU KDRT, dan UU Perlindungan Anak, Agus menjelaska bahwa hal yang perlu dipahami publik adalah norma perbuatan yang dilanggar oleh pelaku dalam beberapa undang tersebut berbeda satu sama lain, sehingga tidak mungkin akan terjadi tumpang tindih.

"Dalam praktiknya nanti, ketika ketika ada satu peristiwa pidana yang berkaitan dengan kekerasan seksual, aparat penegak hukum bisa saja mengacu kepada ketentuan peraturan perundangan yang ada dalam beberapa UU itu, termasuk KUHP," katanya.

Agus menyebut Penegak hukum biasanya menggunakan terminologi dan/atau.

“Dalam konsep hukum pidana itu, ada yang namanya gabungan tindak pidana, artinya seorang pelaku, bisa saja dalam peristiwa pidana yang dilakukan oleh pelaku, bisa saja ia melanggar beberapa ketentuan tindak pidana, baik yang ada dalam KUHP, maupun yang berada di luar KUHP, termasuk juga secara spesifik dalam UU TPKS yang baru disahkan itu,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyinggung soal Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) saat menutup masa sidang DPR.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini