News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Minyak Goreng

Indrasari Wisnu Wardhana: Dulu Diperiksa KPK Kasus Suap Bawang, Kini Tersangka Mafia Minyak Goreng

Penulis: Sri Juliati
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardana diperiksa KPK terkait kasus suap impor ikan, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2019). Rekam jejak Indrasari Wisnu Wardhana. Dulu pernah diperiksa KPK terkait kasus suap izin impor bawang dan ikan, kini jadi tersangka mafia minyak goreng

TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, sebagai tersangka kasus mafia minyak goreng.

Selain Indrasari Wisnu Wardhana, ada tiga orang lain yang ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Mereka adalah Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA; General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang; dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia, Parlindungan Tumanggor.

"Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung, ST Burhanuddin, di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).

Baca juga: PROFIL Indrasari Wisnu Wardhana, Dirjen Kemendag Tersangka Mafia Minyak Goreng, Pernah Dipanggil KPK

Baca juga: Profil 3 Pihak Swasta Tersangka Mafia Minyak Goreng: Stanley, Togar Sitanggang, Parulian Tumanggor

Keempat tersangka ini juga telah ditahan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

"Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," kata ST Burhanuddin.

Jauh sebelum menjadi tersangka kasus mafia minyak goreng, Indrasari Wisnu Wardhana rupanya pernah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lembaga anti-rasuah itu pernah memeriksa Indrasari Wisnu Wardhana dalam dua kasus yang berbeda.

Pertama, Indrasari Wisnu Wardhana dipanggil KPK pada 24 September 2019.

Saat itu, Indrasari Wisnu Wardhana bersama tiga pejabat lain di Kemendag diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap pengurusan izin impor bawang putih.

Ketiga pejabat itu adalah Sekretaris Jenderal Kemendag, Oke Nurwan; Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) Kemendag, Tjahya Widayanti; dan Direktur Impor Kemendag, Ani Mulyati.

Dikutip Kompas.com, kasus ini bermula dari serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan penyidik KPK, beberapa waktu lalu.

Penyidik mendapat informasi adanya transaksi suap terkait pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019.

Enam orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni anggota DPR Komisi VI I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri, dan Elviyanto sebagai penerima suap.

Selain itu, Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar sebagai pemberi uang suap.

I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri, dan Elviyanto diduga menerima uang suap sebesar Rp 2 miliar melalui transfer untuk mengurus kuota impor bawang putih dari Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar.

"DDW (Doddy Wahyudi) mentransfer Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer milik INY (Nyoman)."

"Uang Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus SPI (Surat Persetujuan Impor)," kata Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo, Kamis (8/8/2019).

Kejaksaan Agung RI menetapkan 4 tersangka kasus penerbitan izin ekspor minyak goreng alias mafia minyak goreng. (Ist)

Satu bulan kemudian, Indrasari Wisnu Wardhana kembali dipanggil KPK pada 31 Oktober 2019.

Kali ini, ia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap kuota impor ikan pada 2019 di Perum Perindo.

Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah, mengatakan Indrasari Wisnu Wardhana diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Risyanto Suanda, mantan Dirut Perum Perindo.

Selain Indrasari, penyidik juga dijadwalkan memeriksa satu saksi lain untuk tersangka Risyanto Suanda, yaitu SPV Divisi Sales Perum Perindo, Jefri Srinur Eka.

KPK telah menetapkan Dirut Perum Perindo, Risyanto Suanda, dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera, Mujib Mustofa, sebagai tersangka kasus suap terkait kuota impor ikan jenis frozen pacific mackerel atau ikan salem.

Dalam kasus ini, Risyanto diduga menerima uang suap senilai Rp 1.300 dari setiap kilogram ikan salem yang diimpor PT Navy Arsa Sejahtera (PT NAS).

Adapun Risyanto menjanjikan kuota impor kepada PT NAS sebanyak 250 ton pada Mei 2019 dengan tambahan 500 ton untuk Oktober 2019 mendatang.

Baca juga: Dirjen Kemendag Jadi Tersangka Kasus Minyak Goreng, Anggota Komisi VI DPR: Semoga Jadi Efek Jera

Baca juga: Saat Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng

Jadi Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng

Tersangka kasus mafia minyak goreng (kiri ke kanan): Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor; General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang; dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, Indrasari Wisnu Wardhana. (ISTIMEWA)

Terbaru, Indrasari Wisnu Wardhana menjadi tersangka kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah/crude palm oil (CPO) bersama tiga orang lain dari swasta.

Dalam kasus ini, Jaksa Agung, ST Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor.

Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.

"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribusikan Crude Palm Oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.

Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indrasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.

"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu mendapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat."

"Karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO yang bukan berasal dari perkebunan inti," beber dia.

(Tribunnews.com/Sri Juliati/Igman Ibrahim) (Kompas.com/Ardito Ramadhan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini