TRIBUNNEWS.COM - Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Megawati Soekarnoputri menyoroti beberapa fenomena yang terjadi di masyarakat dari antrean pembelian minyak goreng hingga demonstrasi mahasiswa.
Pernyataan tersebut dirinya lontarkan ketika menghadiri acara BRIN bertajuk Kick Off & Talkshow Pembentukan BRIDA yang ditayangkan melalui kanal YouTube BRIN pada Rabu (20/4/2022).
Sorotan pertama Megawati menyindir terkait keadaan ekonomi mengalami depresi saat pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia.
Dirinya mempertanyakan terkait temuannya dimana ada ibu-ibu yang membeli baju baru tetapi juga ikut mengantri minyak goreng.
“Saya lihat di pasar-pasar, akibat dilepas aturan PPKM, Ibu-ibu berbondong-bondong beli baju baru dan lain sebagainya agar di lain sisi, itu yang saya sendiri bingung mereka antri minyak, minyak goreng.”
“Ini kan harus di riset, why, why? Apakah kita benar jatuh ke dalam depresi? No, no, no!,” ujarnya.
Baca juga: ICW Desak Megawati Ganti Bambang Pacul dari Ketua Komisi III DPR
Baca juga: Cak Nun Ungkap Tak Pernah Bermusuhan dengan Megawati
Selanjutnya, Mega juga membahas suasana politik dengan menyindir aksi demonstrasi mahasiswa yang terjadi.
Dirinya menyebut generasi muda saat ini suka berdemonstrasi dan mempertanyakan terkait permasalahan di Indonesia.
“Tentu dari sisi politik coba belum apa-apa saja juga aduh demo-demo, saya pikir anak sekarang itu ngerti opo enggak tho yo (mengerti apa tidak ya)?" ujarnya.
Selain itu, Megawati juga mengomentari terkait penundaan pemilu yang dirinya secara tegas menolak.
“Makannya, saya tegas mengatakan sebagai ketua partai, no! Ndak ada penundaan (pemilu) sama sekali. Tetap berjalan dengan apa adanya,” tegasnya.
Selanjutnya, Megawati juga mengkritik Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian terkait pemekaran daerah.
Baca juga: Megawati Beri Kuliah Umum di Unhan, Bahas Geopolitik Soekarno
Baca juga: Cerita Hasto Wardoyo Saat Dipercaya Jokowi Jadi Kepala BKKBN: Akui Ada Kedekatan dengan Megawati
Ia mengatakan pemekaran yang terjadi tidak bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi daerah baru.
“Pak Tito, mohon maaf, saya melihat adanya seperti stagnasi atau kebingungan bagaimana untuk membangkitkan potensi daerah, pada daerah mereka, yang sudah berani sampai terjadinya pemekaran.”
“Kan itu konsekuensi logis kalau sebuah daerah sudah berani pemekaran. Tentu saya mengerti pemekaran diijinkan kalau ada wilayah, ada aspirasi tapi sebenarnya yang paling penting adalah perekonomian dari daerah tersebut ada tidak potensinya,” terangnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)