TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah meminta untuk menteri yang memiliki kepentingan pribadi saat menjabat untuk mengundurkan diri.
Selain itu, Fahri juga menganggap selama krisis melanda Indonesia, menteri di jajaran Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin disebut hanya mencari ‘cuan’ dan popularitas.
Pernyataannya tersebut dituliskan melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, @Fahrihamzah pada Rabu (11/5/2022).
“Secara umum, semua menteri yg punya konflik kepentingan baik pribadi maupun jabatan sebaiknya mengundurkan diri.” Kabinet ini babak belur padahal masih 2,5 tahun. Saat Krisis menghadang tapi menteri pada cari cuan dan popularitas. Akhirnya presiden menanggung beban sendiri,” kata Fahri.
Baca juga: Airlangga Disebut Capres Peredam Polarisasi di Pilpres 2024, Ini Kata Golkar
Baca juga: Peneliti LIPI Nilai Airlangga sebagai Capres Netral di Tengah Polarisasi Pilpres 2024
Selanjutnya, Fahri mengatakan menteri yang memiliki latar belakang pedagang menegah agar berterimakasih kepada Presiden Joko Widodo lantaran telah diberi jabatan politik dan diminta agar memberikan balas jasa dengan membantu presiden.
“Susah kalau di kabinet justru yang berkembang adalah budaya tidak tahu diri. Pedagang menegah, tiba2 memegang jabatan politik penting (memakai istilah penjelasan UUD, “Bukan pejabat tinggi biasa”) harusnya tahu diri berterima kasih dan fokus kerja bantu presiden,” tegasnya.
Fahri pun menilai jabatan menteri yang diberikan oleh Jokowi hanya dipakai untuk mencari popularitas dan untuk kepentingan politik.
Padahal, menurut Fahri, mereka yang memakai jabatan menteri untuk mencari popularitas tidak becus dalam bekerja.
“Akhirnya kepercayaan yang begitu besar dari Presiden dan kekuasaan yang begitu luas justru dipakai untuk membangun popilaritas dan tentunya menambah pundi2 dengan alasan biaya politik.”
“Tanpa canggung, mereka bangga dengan semuanya padahal kerja tidak becus!” ujarnya.
Kemudian, Fahri juga mengkritik menteri yang bersekolah di luar negeri untuk lebih tahu diri soal adanya rangkap jabatan meskipun dalam aturan di Indonesia belum terlalu ketat diatur.
“Saya tahu betul bahwa di negara kita aturan rangkap jabtan belum terlalu ketat diatur, tapi mereka yg merasa dirinya sekolah di Barat, harusnya tahu drii bahwa konflik kepentingan sebaiknya mereka hindari.”
“Pengabdian harus fokus tidak bisa dicampur2 dengan agenda pribadi,” kata Fahri.
Lantas, Farhi juga menyebut menteri yang memiliki latar belakang pengusaha disebut PENGUASAHA yang menurutnya memiliki arti tidak memahami makna menjadi abdi negara.
Baca juga: Pakar Komunikasi Politik Bicara soal Kekuatan Prabowo-Puan dan Ganjar-Anies Jelang Pilpres 2024