Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR bersama pemerintah dan penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) telah menyepakati masa kampanye Pemilu 2024 menjadi 75 hari.
Kesepakatan itu diambil saat DPR menggelar konsinyering bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu yang digelar dari Jumat (13/5/2022) hingga Minggu (15/5/2022).
Nantinya, kesepakatan dalam konsinyering akan diputuskan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) saat masa sidang DPR dimulai.
"KPU lama minta 120 hari, malah KPU baru ini mengajukan 203 hari. Pemerintah minta 90 hari, DPR minta 60 hari, akhirnya kesimpulan semua anggota fraksi di DPR minta durasi kampanye adalah 75 hari," ungkap Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus, kepada wartawan, Senin (16/5/2022).
Baca juga: DPR Sepakat Anggaran Pemilu 2024 Sebesar Rp 76 Triliun
Guspardi mengungkapkan, kesepakatan durasi masa kampanye menjadi 75 hari mendapat berbagai catatan.
Pertama, terkait tentang pengadaan logistik dan kedua mengenai durasi sengketa pemilu.
Guspardi menyebut jika dua persoalan itu bisa diakomodir maka durasi masa kampanye bisa dilakukan selama 75 hari.
"Hal-hal yang berkaitan dengan logistik pemilu, pemerintah akan menyiapkan regulasi dan Presiden juga diminta untuk bisa mengeluarkan keppres dalam mendukung logistik pemilu 2024," ujar Guspardi.
Lebih lanjut, terkait sengketa pemilu yang merupakan ranah Bawaslu dan PTUN di Mahkamah Agung (MA), DPR nantinya akan melakukan pertemuan dengan Ketua MA untuk membahas persingkatan waktu sengketa agar bisa dilakukan masa kampanye selama 75 hari.
"Karena itu catatan 75 hari ini bisa dilakukan jika difasilitasi untuk mempersingkat proses sengketa di PTUN," kata Guspardi.
Baca juga: KPU Sepakati Partai Politik yang Akan Mendaftar Ikut Pemilu Harus Terdaftar di Kemenkumham
Selain itu, terkait isu krusial perihal digitalisasi, kesimpulan yang dihasilkan yakni penyelenggaraan pemilu 2024 menyepakati Pemilu 2024 belum menggunakan teknologi pemungutan suara memakai perangkat elektronik (e-voting) karena infrastruktur masih belum merata.
Jadi sistem pemungutan suara masih menggunakan cara yang digunakan saat pemilu periode sebelumnya pada 2019.
"Kita lihat Indonesia bukan hanya Pulau Jawa dan di Jawa pun masih ada hal-hal berkaitan pendukung digitalisasi belum sempurna seperti masalah internet, masalah wifi apalagi di luar Jawa. Sehingga keputusan yang kita ambil tetap menerapkan sistem seperti pemilu 2019," kata anggota Baleg DPR RI tersebut.
Adapun, kesepakatan lain dalam konsinyering itu yakni DPR menyepakati anggaran pelaksanaan Pemilu 2024 sebesar Rp 76 triliun.