News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap Wali Kota Ambon

KPK Amankan Catatan Dugaan Penentuan Nilai Fee Proyek dari 2 Kantor SKPD Pemkot Ambon

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

logo KPK . Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah selesai menggeledah dua kantor satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemerintah Kota Ambon pada Rabu (18/5/2022) kemarin. Adapun dua SKPD yang digeledah tim penyidik yakni kantor Dinas PU dan kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah selesai menggeledah dua kantor satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemerintah Kota Ambon pada Rabu (18/5/2022) kemarin.

Adapun dua SKPD yang digeledah tim penyidik yakni kantor Dinas PU dan kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Penggeledahan tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dengan tersangka Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy dkk.

"Di dua lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai dokumen terkait usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuaan nilai fee proyek" kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Kamis (19/5/2022).

Baca juga: Oknum Pejabat Pemkot Ambon Bakar Dokumen Diduga Terkait Kasus Suap, Ini Reaksi KPK

Baca juga: KPK Geledah Kantor PT Midi Utama Indonesia Cabang Ambon

Ali mengatakan bukti-bukti dimaksud akan segera dianalisa dan dilakukan penyitaan.
 
"Selanjutnya akan dikonfirmasi pada saksi-saksi terkait untuk melengkapi berkas perkara tersangka RL dkk," imbuhnya.

KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon dua periode Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail minimarket tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.

Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri.

Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (kolase tribunnews)

Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.

Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy sebagai tersangka. (Tribunnews.com/Ilham)

Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Atas perbuatannya, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini