TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada perintah dari Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin (AY) untuk mengumpulkan uang dari sejumlah kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemkab Bogor.
Pendalaman itu ditelusuri tim penyidik dari empat saksi, antara lain Rieke Iskandar alias Akew, Sekretaris KONI Kab. Bogor; Sunaryo, Direktur Utama PT Kemang Bangun Persada; H. Sabri Amirudin, Direktur PT Sabrina Jaya Abadi; dan Krisna Candra Januari alias Kris, wiraswasta.
"Keempat saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan perintah dari tersangka AY untuk mengumpulan sejumlah uang dari beberapa kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemkab Bogor," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Senin (23/5/2022).
Tim penyidik harusnya juga memeriksa Direktur CV Raihan Putra, Jonarudin Syah. Namun, yang bersangkutan tidak hadir.
"Tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan kembali oleh tim penyidik," kata Ali.
KPK telah menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin bersama tujuh orang lain sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tahun anggaran 2021.
Adapun ketujuh tersangka lain di antaranya Maulana Adam, Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor; Ihsan Ayatullah, Kasubdit Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor; serta Rizki Taufik, PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Kemudian Anthon Merdiansyah, Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditor IV Jawa Barat 3 Pengendali Teknis; Arko Mulawan, Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor; Hendra Nur Rahmatullah Karwita, Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/pemeriksa; dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah, Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/pemeriksa.
Dalam konstruksi perkara, diungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri, Ade Yasin selaku Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023 berkeinginan agar Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun anggaran 2021 dari BPK perwakilan Jawa Barat.
Baca juga: Kasus Suap Ade Yasin, KPK Dalami Aliran Uang ke Pegawai BPK Jabar Hendra Nur
Selanjutnya, BPK perwakilan Jawa Barat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2021 Pemkab Bogor.
"Tim Pemeriksa yang terdiri dari ATM [Anthon], AM [Arko], HNRK [Hendra], GGTR [Gerri] dan Winda Rizmayani ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dini hari.
Sekira Januari 2022, lanjut Firli, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara Hendra dengan Ihsan dan Maulana dengan tujuan mengondisikan susunan tim audit interim.
"AY [Ade] menerima laporan dari IA [Ihsan] bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya AY merespons dengan mengatakan 'diusahakan agar WTP'," ungkap Firli.
Sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan dan Maulana diduga memberikan uang sejumlah sekira Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada Anthon di salah satu tempat di Bandung.
Anthon kemudian mengkondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan Ihsan di mana
nantinya obyek audit hanya untuk satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tertentu.
Firli mengatakan, proses audit dilaksanakan mulai bulan Februari 2022 hingga April 2022 dengan hasil rekomendasi di antaranya bahwa tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang mempengaruhi opini.
"Adapun temuan fakta tim audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda – Pakan Sari dengan nilai proyek Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak," katanya.
"Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada Tim Pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp1,9 miliar," sambung Firli.
Dalam peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) Ade Yasin, KPK mengamankan uang Rp1,024 miliar.
Terdiri dari uang tunai sebesar Rp570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekira Rp454 juta.
Atas perbuatannya, Ade Yasin, Maulana Adam, Ihsan Ayatullah, Rizki Taufik selaku penyuap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.