Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias Jhon Irfan Kenway (JIK).
Presiden Direktur PT Diratama Jaya Mandiri itu merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland atau AW-101 tahun 2016-2017.
"Hari ini, tim penyidik mengagendakan pemanggilan 1 orang tersangka dalam perkara dimaksud atas nama IKS alias JIK," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Selasa (24/5/2022).
Irfan telah menyandang status tersangka dalam perkara ini sejak 2017.
Namun hingga kini ia belum juga ditahan KPK.
Baca juga: KPK Beberkan Perkembangan Penyidikan Kasus Korupsi Helikopter AW-101
Ali mengatakan saat Irfan telah berada di Gedung Merah Putih KPK.
"Yang bersangkutan telah hadir dan masih dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik," kata Ali.
Penetapan tersangka terhadap Irfan kala itu adalah merupakan koordinasi KPK dengan Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) yang telah menetapkan tiga anggota TNI AU sebagai tersangka.
"KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017. Terkait hal tersebut, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan IKS sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK saat itu, Basaria Panjaitan, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Dikatakan Basaria, Irfan sebagai bos PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017.
Dijelaskan Basaria, pada April 2016, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau proses lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
Irfan mengikutsertakan dua perusahaan miliknya, yakni PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang dalam proses lelang ini.
Padahal, sebelum proses lelang ini, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengn nilai kontrak 39,3 juta dolar AS atau sekira Rp514 miliar.
Sementara saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT Diratama Jaya Mandiri menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp738 miliar.
"Akibatnya, keuangan negara diduga dirugikan sekitar Rp224 miliar," kata Basaria.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.