Direktur Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat.
Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga Hamka Hendra Noer sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo.
Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kementerian Dalam Negeri Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Andi Chandra As'aduddin sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat.
Baca juga: Pakar Hukum: Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Unsur TNI Aktif Tak Ada Pijakan Konstitusionalnya
Menurutnya vetting mechanism ini penting dilakukan untuk menghindari kepentingan politik partisan dari segelintir orang yang bertujuan untuk mencegah kesewenang-wenangan, melindungi hak asasi manusia dan menghindari disfungsional lembaga, sampai menghindari praktik-praktik korup yang ada.
Kedua, kata dia, KontraS dan ICW melihat pemilihan yang secara tiba-tiba tanpa partisipasi dari publik atau tanpa keterbukaan dari alat ukur negara yang semestinya disampaikan kepada publik telah terjadi sejak 2018 atau bahkan sebelumnya terutama yang kaitannya dengan pengangkatan anggota TNI/Polri sebagai Penjabat/PLT Kepala Daerah.
Preseden-preseden tersebut, kata dia, dikhawatirkan menjadi kewajaran dan menjadi landasan utama dari pengangkatan Brigjen TNI yang hari ini menjadi polemik, di saat statusnya masih menjadi Perwira tinggi aktif dan belum memasuki masa pensiun atau secara resmi telah selesai dari tugasnya atau jabatan sebelumnya.
"Penunjukan TNI/Polri sebagai penjabat Kepala Daerah di disi lain juga menunjukkan jalan pemerintah untuk mengembalikan hantu Dwifungsi TNI, yang sekarang hantunya ini juga bisa berasal dari Polri sebagaimana terjadi pada zaman Orde Baru," kata dia.
Peneliti KontraS Rozy Brilian menambahkan KontraS dan ICW melihat apa yang disampaikan atau diputuskan oleh Kemendagri tersebut tidak mematuhi Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi.
Penempatan perwira aktif TNI dalam jabatan sipil, lanjut dia, merupakan bentuk pembangkangan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan secara normatif.
Sebenarnya, kata dia, berbagai peraturan perundang-undangan misalnya UU Polri, UU TNI, UU ASN, maupun putusan Mahkamah Konstitusi mengatur dengan sangat tegas dan jelas bahwa perwira aktif harus mengundurkan diri terlebih dahulu sebelum dapat menduduki jabatan lain di sektor-sektor yang telah ditentukan.
"Potensi maladministrasi ini dikhawatirkan akan bergerak lebih dalam lagi di ranah sipil apabila masyarakat terus membiarkan praktik-praktik ini. Sehingga nanti muncul satu kesewenang-wenangan yang akhirnya juga berpotensi eksesif dan lain sebagainya," kata dia.
Selain itu, kata dia, KontraS dan ICW khawatir adanya dugaan muatan conflict of interest atau konflik kepentingan dalam konteks penujukkan Pj kepala daerah tersebut.