News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Skema Tarif BPJS Kesehatan Terbaru yang Disesuaikan dengan Gaji Peserta, Iuran Kelas Dihapus

Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga yang mengurus kartu BPJS Kesehatan, di kantor BPJS Kesehatan Kabupaten Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Muncul wacana menyatukan semua kelas dalam BPJS Kesehatan.

TRIBUNNEWS.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan menghapus tarif kelas tahun ini.

Mulai bulan Juli 2022, kelas layanan 1, 2, dan 3 BPJS akan dilebur menjadi kelas rawat inap standar (KRIS).

Selanjutnya, iuran BPJS Kesehatan akan disesuaikan besarnya gaji peserta.

"Iuran sedang dihitung dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial. Salah satu prinsipnya adalah sesuai dengan besar penghasilan," kata Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Asih Eka Putri, dikutip dari Kompas.com.

Perhitungan iuran masih dilakukan simulasi untuk mencapai keseimbangan dana yang optimal.

Setelah kabar ini muncul, beredar kabar jika tarif iuran BPJS terbaru yakni Rp 75.000.

Namun, kabar tersebut ditampik oleh Asih.

Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan sesuai Besaran Gaji Mulai Juli 2022, Ini Bedanya Kelas Standar PBI dan non-PBI

"Isu iuran Rp 75.000 tidak benar dan tidak diketahui sumber infonya," tegas Asih.

Diketahui, saat ini berlaku iuran sebesar Rp 42.000 untuk kelas III, namun pemerintah memberikan subsidi Rp 7.000 per anggota, sehingga PBPU Kelas III harus membayar Rp 35.000.

Sementara, untuk kelas II dikenakan tarif Rp 100.000, lalu untuk kelas I sebesar Rp 150.000.

Hingga artikel ini dimuat, tarif terbaru untuk BPJS Kesehatan belum juga ditentukan.

Kartu peserta BPJS Kesehatan. (Tribunnews.com)

Namun, menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, pihaknya mengisyaratkan sampai tahun 2024, tarif BPJS tak akan naik.

Dikutip dari Kompas.com, Ghufron juga membuat rincian penghitungan peserta yang memiliki gaji atau upah nantinya akan ditetapkan sebanyak 5 persen.

Jumlah tersebut akan dipotong sebanyak 1 persen dari pekerja dan 4 persen dari pemberi kerja.

Batas tertinggi penghasilan pekerja untuk perhitungan BPJS menurutnya adalah Rp 12 juta.

Sementara, batas terendah mengacu pada Upah Minimum Regional kabupaten atau kota.

Baca juga: Cara Menonaktifkan BPJS Kesehatan, Ini Dokumen yang Perlu Disiapkan

Baca juga: 3 Cara Cek Status BPJS Kesehatan Melalui HP, Siapkan NIK

"Di Indonesia, penghitungan iuran ini berlaku menggunakan patokan pendapatan gaji maksimal Rp 12 juta. Mereka yang gajinya tinggi dihitung maksimal 5 persen dari Rp 12 juta. Tentu ini tidak terlalu beda dengan mereka yang bergaji di bawahnya," terang dia.

Sementara, Ghufron menjelaskan untuk iuran ibu rumah tangga atau lansia yang tidak bekerja akan dibayarkan pemerintah pusat atau daerah.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan syarat, peserta tersebut masuk kategori miskin atau tidak mampu dan memenuhi syarat masuk di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Setelah penghapusan kelas dalam BPJS Kesehatan, nantinya ada dua fasilitas yang diberikan.

Yakni fasilitas medis PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan Non-PBI.

Pihak Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) masih merancang skema iuran bagi peserta PBI dan Non-PBI.

Dilansir situs Kabupaten Seram Bagian Barat, Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI, dengan fasilitas berupa luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda.

Untuk kelas peserta PBI, minimal luas per tempat tidur sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal enam tempat tidur per ruangan.

Sementara di kelas untuk peserta Non PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan

Adapun kelas tunggal ini disebut sebagai kelas rawat inap standar (KRIS) atau kelas standar.

Implementasi ini direncanakan akan dilakukan secara penuh di tahun 2024 mendatang.

Namun, pemerintah akan memberikan waktu sampai 2023, untuk diimplementasikan secara bertahap di RSUD dan RS Swasta.

Rumah sakit ini akan dipilih berdasarkan kriteria KRIS JKN.

Saat ini proses peralihannya sudah dilakukan.

Pada bulan Juli tahun 2022, akan mulai dilakukan uji coba di beberapa rumah sakit pilihan.

Perihal tarif nantinya program JKN akan dikembangkan berdasarkan kajian kebutuhan dasar kesehatan (KDK).

(Tribunews.com/ Siti N/ YunitaRahmayanti) (Kompas.com/ Agustinus Rangga Respati)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini