News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bobotoh Persib Meninggal

IPW Soroti Lambannya Polda Jabar Usut Kasus Tewasnya 2 Bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti lambanyan Polda Jabar tangani kasus tewasnya 2 bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (SGBLA).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti lambannya pengusutan kasus meninggalnya dua bobotoh Persib Bandung dalam laga turnamen pramusim, Piala Presiden 2022.

IPW mengatakan pengusutan kasus tersebut yang dilakukan Polda Jabar seakan 'jalan ditempat'.

"Hingga kini, belum ada seorang pun yang dijadikan tersangka dalam kerusuhan yang menyebabkan
Sopiana Yusup dan Ahmad Solihin meninggal dunia," kata Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (24/6/2022).

Padahal, menurutnya penegakan hukum menjadi salah satu tugas dan fungsi Polri.

Namun, dalam penanganan kasus kematian suporter di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Kota Bandung, Jumat (17/6/2022), Polda Jabar sangat lamban.

Baca juga: Dua Suporter Meninggal, Ratusan Bobotoh Geruduk Graha Persib, Tuntutan Harus Dipenuhi 1x24 Jam

"Karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi kinerja Kapolda Jabar Irjen Suntana serta mencopot Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo," katanya.

IPW menilai kedua pimpinan di tingkat kewilayahan itu mengkhianati Program Polri Presisi dengan cara mengulur-ulur dan menggantung kasus melayangnya nyawa di Turnamen Pra Musim Piala Presiden.

"Karenanya, Kapolri patut mencopot kepala satuan wilayah (Kasatwil) tersebut agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri meningkat," ujarnya.

Baca juga: Dua Bobotoh Persib Meninggal Dunia, IPW Desak Polda Jabar Periksa Ketua Umum PSSI dan Dirut PT LIB

Bagaimana pun, kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap Korps Bhayangkara menjadi tolok ukur keberhasilan Polri saat ini dan masa mendatang.

Penanganan kasus kerusuhan melalui penegakan hukum yang terjadi di Stadion GBLA Kota Bandung ini, sangat berbeda jauh dengan kejadian tinju maut Nabire, 14 Juli 2013 yang menelan korban jiwa 18 orang akibat terinjak-injak.

Menurut Sugeng, hanya dalam waktu empat hari, tersangka sudah diumumkan Kapolda Papua, yang saat itu dijabat Tito Karnavian.

Tersangkanya adalah Nabertus Yeimo yang merupakan Ketua Panitia Penyelenggaran Pertandingan Tinju Bupati Cup.

Baca juga: Dua Bobotoh Meninggal, Nasib Laga Persib vs Bhayangkara FC Muncul Opsi Dipindah atau Tanpa Penonton

Tersangka saat itu dijerat pasal 29 ayat 2 KUHP juncto pasal 25 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan atau denda Rp 5 Miliar.

Kemudian, pada 4 September 2013 juga terjadi kerusuhan di Stadion Manahan Solo saat laga Persis Solo melawan PSS Sleman di Divisi Utama Liga Primer Indonesia (LPI).

Saat itu, sebanyak tujuh orang luka-luka dalam bentrok antar suporter tersebut.

Dalam empat hari kemudian yakni 8 September 2013, Polresta Surakarta telah menetapkan Roy Saputro selaku Ketua Panitia Pelaksana Divisi Utama Liga Primer Indonesia Sportindo dijadikan tersangka.

Roy dijerat dengan pelanggaran ketertiban umum pasal 510 ayat 1 KUHP.

"Pada dua kasus diatas, Polri bergerak cepat mengusut peristiwa pidana untuk membuat terang dengan menetapkan tersangkanya. Tapi, dalam peristiwa kematian dua bobotoh Sopiana Yusup dan Ahmad Solihin, Polda Jabar dan Polrestabes Bandung belum juga mengumumkan tersangkanya," katanya.

Padahal, kata Sugeng, dalam kasus kematian di Stadion GBLA Kota Bandung ini, Indonesia Police Watch (IPW) menilai tersangka bisa terancam penjara maksimal lima tahun pasal 359 KUHP juncto pasal 103 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang mencabut UU 3 Tahun 2005 dengan ancaman paling lama dua tahun.

Pasal 359 KUHP menyatakan: barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Sementara pasal 103 UU keolahragaan Nasional menyebutkan: penyelenggara kegiatan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan teknis keolahragaan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.

"Yang pasti, pihak kepolisian telah mengusut kasus kematian dua bobotoh tersebut dan karenanya harus dijelaskan pada publik hasil penyelidikan dan atau penyidikannya dengan segera. Hal ini harus menjadi perhatian Kapolri Jenderal Listyo Sigit sebagai pimpinan tertinggi Polri terhadap program yang dicetuskannya yakni Polri Presisi," katanya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini