TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan koruptor dalam perkara korupsi pengadaan dan pemasangan mesin penggilingan tebu (six roll mill) pada pabrik gula Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI periode tahun 2015-2016 ke Lembaga Pemasangan (LP) Klas I Surabaya.
Koruptor itu adalah Arif Hendrawan, Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM).
"Jaksa Eksekutor KPK Gandasari Simanjuntak, telah selesai melaksanakan eksekusi pidana badan dari terpidana Arif Hendrawan berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya yang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (25/6/2022).
Arif akan menjalani pidana penjara selama 4 tahun dan 5 bulan di Lapas Klas I Surabaya.
Arif juga dihukum membayar pidana denda sebesar Rp100 juta dan pidana tambahan lain berupa pembebanan pembayaran uang pengganti sebesar Rp14 miliar.
Baca juga: KPK Tambah Masa Penahanan 2 Tersangka Kasus Korupsi di PG Djatiroto PTPN XI
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, dalam putusan yang dibacakan Senin (30/5/2022), menyatakan Arif Hendrawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK, pada 25 November 2021, telah mengumumkan Arif Hendrawan dan mantan Direktur Produksi PT PTPN XI Budi Adi Prabowo sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Budi, selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik Arif selaku Direktur PT WDM, melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015; di antaranya menyepakati pelaksana pemasangan mesin giling tebu di PG Djatiroto walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Baca juga: KPK Periksa Bos PTPN Holding Aris Toharisman di Kasus Korupsi PG Djatiroto
Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.
Selain itu, Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot six roll mill di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan Budi dan Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.
Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM, di antaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat aanwijzing karena PT WDM sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
KPK juga menduga saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian satu unit mobil oleh Arif kepada Budi.
Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh Budi.
KPK menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan tersebut sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar.