Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima informasi ada pihak yang mencoba mempengaruhi saksi terkait perkara dugaan suap pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021 Kabupaten Kolaka Timur.
Pihak tersebut diduga menghasut saksi agar berbohong saat memberikan kesaksian di hadapan tim penyidik.
"Dalam perkara ini, KPK memperoleh informasi dugaan terkait adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja mempengaruhi saksi untuk tidak menerangkan dengan jujur di hadapan penyidik KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (28/6/2022).
Ali pun menegaskan KPK tidak akan segan menjerat pihak itu dengan ancaman pidana.
Baca juga: Rusdianto Emba, Adik Bupati Muna Tersangka Suap Dana PEN Kolaka Timur Ditahan KPK, Huni Rutan Guntur
"Siapapun dilarang menghalangi proses penyidikan yang sedang KPK lakukan ini. KPK mengingatkan adanya ancaman pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," katanya.
Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta."
Baca juga: KPK Panggil Kepala Dinas Pemkab Muna, Tersangka Suap PEN Kolaka Timur
KPK telah menetapkan adik Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman, LM Rusdianto Emba dan Sukarman Loke, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengajuan dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
Dalam perkara itu, KPK juga telah menjerat Andi Merya Nur, Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026; Mochamad Ardian Noervianto, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode Juli 2020-November 2021; dan Laode M. Syukur Akbar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna.
Dalam konstruksi perkara disebutkan, Rusdianto Emba sebagai salah satu pengusaha lokal di wilayah Sulawesi Tenggara dikenal memiliki banyak koneksi dengan berbagai pihak, di antaranya dengan beberapa pejabat baik di tingkat pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Baca juga: Kronologi Kecelakaan di Kolaka Utara, 2 Mobil Terjun ke Jurang setelah Tabrakan, 7 Orang Meninggal
Karena percaya dengan koneksi yang dimiliki Rusdianto Emba, selanjutnya Andi Merya meminta bantuan Rusdianto untuk membantu mengurus pengajuan dana PEN Kabupaten Kolaka Timur di tahun 2021 dengan usulan sebesar Rp350 miliar.
Diduga ada kesepakatan antara Rusdianto Emba dan Andi Merya, dimana apabila dana PEN sebesar Rp350 miliar tersebut nantinya cair, maka Rusdianto akan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan di Kabupaten Kolaka Timur dengan nilai puluhan miliar.
Untuk proses pengusulan dana PEN ini, Rusdianto Emba diduga melakukan kerja sama aktif dengan Sukarman Loke yang saat itu menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna.
Sukarman disebut KPK dikenal memiliki banyak relasi di pemerintah pusat, salah satunya di Kemendagri.
Dalam suatu pertemuan di Kendari, Rusdianto dan Sukarman kemudian menyampaikan pada Andi, agar pengusulan dana PEN ini dapat berjalan sesuai rencana maka diperlukan sejumlah uang untuk diberikan ke salah satu pejabat di Kemendagri.
Adapun pejabat di Kemendagri yang memiliki kewenangan untuk turut memperlancar proses pengajuan dana PEN adalah Ardian Noervianto, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah.
Dari informasi Sukarman, yang memiliki kedekatan dengan Ardian adalah Laode M. Syukur Akbar yang menjadi teman seangkatan saat di STPDN.
Rusdianto Emba dan Sukarman diduga membantu beberapa agenda pertemuan antara Andi dan Ardian di Jakarta sesuai dengan informasi Laode Syukur.
Dalam pertemuan tersebut, Ardian meminta sejumlah uang pada Andi dengan nilai sejumlah sekira Rp2 miliar dan disetujui oleh Andi.
Untuk proses pemberian uang pada Ardian, kemudian Andi mempercayakan sepenuhnya pada Rusdianto Emba dan Sukarman dengan penyerahan melalui transfer rekening bank dan tunai.
Karena turut memperlancar proses usulan dana PEN, Andi melalui Rusdianto diduga memberikan uang sejumlah sekira Rp 750 juta pada Sukarman dan Laode Syukur.