Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis HAM Asfinawati mengkritisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) soal ancaman pidana jika menggelar pawai atau demo tanpa pemberitahuan.
"Sebetulnya kalau kita aksi kan sedikit banyak pasti ada terganggunya kepentingan umum itu kan," kata Asfinawati dalam diskusi IM57+ Institute yang digelar virtual, Sabtu (2/7/2022).
Asfinawati mencontohkan ketika demonstrasi menuntut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang kepentingan umumnya lebih besar.
Baca juga: RKUHP Matikan Demokrasi, Partai Buruh Serukan Perlawanan
"Tapi kalau aksinya untuk menuntut kenaikan harga BBM yang kenaikannya gak berdasar, itu kan kepentingan umumnya lebih mendasar," ujarnya.
Ia juga menyinggung soal ancaman pidana jika tak ada surat pemberitahuan yang menurutnya mengganggu hak.
"Yang lain adalah kalau hak itu bisa kena pidana, tanpa sesuatu yang valid itu sudah bukan hak lagi," ucapnya.
Karena itu, Asfinawati menegaskan bahwa terkait kepentingan umum yang dimaksud dalam RKUHP masih bisa diperdebatkan.
"Ini bisa saja sih diperdebatkan tentang kepentingan umum," ungkap Asfinawati.
Baca juga: DPR Klaim Pemerintah Isyaratkan Sepakat Sahkan RKUHP di Sidang Paripurna
Sebelumnya, Komisi III DPR RI menargetkan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan pada masa sidang tahun ini.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPR RI fraksi PDIP Bambang Wuryanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu mengungkapkan, semua fraksi di DPR RI sepakat untuk segera mengesahkan RKUHP.
"Diusahakan bisa selesai pada masa sidang ini. Harapannya kita selesai pada masa sidang ini," katanya.
"Semua (fraksi) sepakat. Ini tinggal prosedurnya bisa selesai atau tidak. Subtansi peraturan perundangannya dalam kaitan ini RKUHP-nya rampung. Tetapi prosedurnya yang belum. Substansinya opo?" lanjutnya.
Terkait pernyataan Wamenkumham yang menyebut RKUHP batal disahkan di sidang paripurna pada awal Juli mendatang, Pacul menyebut itu sah-sah saja sebagai sebuah pendapat.
Namun, dalam politik itu segala kemungkinan bisa terjadi.
"Bahasa kemungkinan itu di politik bisa-bisa saja mungkin, bisa-bisa saja tidak. Nah, kan politik itu seni untuk menciptakan kemungkinan. Yang tidak melanggar prosedur, karena di DPR prosedur yang paling utama. Ya toh? Harapan kita bisa selesai, harapan kita," ungkapnya.