Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar kesehatan dari Universitas Griffith, Dicky Budiman mengatakan perlu pertimbangnan dan riset dalam menentukan kebijakan ganja untuk kepentingan medis.
Menurut Dicky ganja dan morfin memiliki perbedaan.
Menurutnya bicara morfin atau heroin memang digunakan dalam bidang kedokteran, khususnya untuk terapi.
Morfin biasanya dipergunakan untuk mengatasi nyeri yang hebat.
"Misalnya pada penderita kanker yang tidak bisa ditangani dengan analgetik ataupun obat pereda nyeri umumnya yang standar. Penggunaan morfin karena nyeri yang hebat dari biasanya," kata Dicky pada Tribunnews, Minggu (3/7/2022).
Di sisi lain, morfin telah memiliki riset, untuk takaran yang aman berapa.
Baca juga: Soal Legalisasi Ganja untuk Kebutuhan Medis, Polri Siap Dukung Jika Pemerintah Beri Lampu Hijau
Begitu juga menyangkut efek samping dan sebagainya.
Hanya saja, hal ini masih disalahgunakan.
Selain itu juga ada potensi efek samping di luar pengawasan dokter.
"Maka itu masuk dalam kategori obat yang keras. Harus dengan resep dokter atau pemantauan dokter. Walau sudah ada risetnya, tetap ada potensi atau efek samping dan potensi penyalahgunaan," kata Dicky.
Baca juga: Komisi III DPR Bakal Bentuk Badan Pengawas Ganja Medis dari Unsur Kemenkes, Kepolisian dan BNN
Sedangkan pada ganja, berbeda.
Ganj dalam sejarah manusia sering dipakai terapi di beberapa suku atau wilayah tertentu.
Bahkan pada ribuan tahun sebagai peredam rasa nyeri.