News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Siapkan Sanksi Berat dan Kontrol Ketat

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polusi udara terlihat di langit Jakarta. Dikutip dari situs IQ Air kualitas udara di Jakarta menjadi yang terburuk di dunia pada Sabtu(2/7/2022) sore.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polusi udara menjadi perbincangan hangat beberapa waktu belakangan ini. Beberapa kali kota Jakarta menunjukkan kualitas udara yang buruk di dunia.

Kekinian dikutip dari situs IQ Air kualitas udara di Jakarta menjadi yang terburuk di dunia pada Sabtu(2/7/2022) sore.

Indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 165 alias tidak sehat. Polutan utamanya ialah PM2.5.

Aktivis Kampanye Iklim Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menyebut sumber polusi udara di Jakarta yang membuat kualitas udara terburuk di dunia bukan hanya dari asap knalpot kendaraan bermotor saja melainkan dari pembakaran di ruang terbuka, PLTU batu bara, aerosol dari pantai dan dari debu jalan dan kontruksi bangunan," ungkap Bondan saat dikonfirmasi Tribun, Sabtu(25/6/2022) lalu.

Beberapa sumber ini bisa dilihat datanya dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang dipublikasikan pada tahun 2020 lalu. Bondan pun memaparkan adanya sumber polusi aerosol dari laut.

Baca juga: Berikut Tips Agar Terhindar dari Penyakit Akibat Polusi Udara

Yang mana sebenarnya merupakan jenis PM 2,5 juga. Tap bersumber dari satu polutan tertentu. Dan ini dikaji dengan mengambil sampel, dibawa ke laboratorium dan dianalisis kemungkinan dari mana.

Polusi udara bahkan juga dipengaruhi oleh arah angin. Selain itu, Jakarta juga sangar dekat dengan laut. Jadi ada angin yang sampai ke Jakarta pada pagi hari dengan kecepatan yang lumayan tinggi.

Lalu pada sore hari akan kembali ke utara dengan kecepatan yang lebih rendah. Sehingga Jakarta secara general pada bagian selatan lebih memiliki PM 2.5 yang lebih buruk dibandingkan dengan pusat dan utara.

Karena terjadi penumpukan polutan di sana. Di antaranya seperti stasiun Lubang Buaya dan stasiun Jagakarsa. Kedua tempat itu menunjukkan PM 2.5 lebih buruk dibandingkan dengan stasiun lain.

"Kalau arah angin dari barat dan timur, kita punya PLTU di Bekasi paling dekat Kemudian di Suralaya, memang agak jauh tapi itu terburuk se-Asia Tenggara sebetulnya," ungkap Bondan.

VP Komunikasi Korporat dan TJSL PLN, Gregorius Adi Trianto yang disinggung mengenai adanya PLTU-PLTU di sekitar kota Jakarta menjadi salah satu sumber polusi udara menyebut operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berada di Banten telah sesuai dengan aturan yang berlaku.

PLTU-PLTU tersebut juga telah memiliki continuous emission monitoring system (CEMS) sehingga emisi yang dikeluarkan dapat secara terus-menerus dipantau.

Baca juga: Disebut Jadi Biang Kerok Polusi Udara di DKI, Pemprov Banten Singgung Angin dan Arah Gerak

“Batas emisi yang dihasilkan juga masih di bawah batas aturan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 15 tahun 2019,” ujar Adi.

Sebelumnya, pada Februari 2021, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta pernah merilis bahwa kualitas udara Jakarta dikategorikan baik.

Disebutkan, bahwa hal tersebut dipengaruhi adanya PSBB akibat pandemi covid-19, peningkatan signifikan gaya hidup baru penggunaan sepeda sebagai alat transportasi ramah lingkungan, dan adanya pengetatan kewajiban uji emisi bagi kendaraan bermotor. Sementara pada saat yang sama, PLTU Suralaya juga beroperasi secara maksimal.

Dituding wilayahnya menyumbang polusi udara di Jakarta karena banyaknya industri, pabrik-pabrik dan PLTU yang sumber energinya batu bara Kepala Seksi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLHK Provinsi Banten, Agus angkat bicara. Kata Agus kulitas udara sebenarnya dipengaruhi oleh faktor meteorologi.

"Sifatnya dipengaruhi oleh meteorologi atau arah angin kecepatan angin dan curah hujan," katanya kepada Tribun saat ditemui di kantornya, Selasa(28/6).

Selain itu, kualitas udara juga diperngaruhi oleh topografi atau bentang alam serta adanya sumber emisi yang terdapat di wilayah setempat. Dalam pengaruh emisi tersebut, apakah emisinya bergerak atau tidak bergerak. Seperti asap kendaraan bermotor dan lain sebagainya.

"Sehingga kami masih agak kesulitan ketika menentukan mengenai hal itu (tudingan penyumbang polusi udara,-red), karena (polusi udara,-red) itu sesuai arah angin dan arah gerak," katanya.

Baca juga: Polusi picu kematian sembilan juta orang di dunia pada 2019, menurut riset global terbaru

Diakuinya, bahwa sejauh ini DLHK Provinsi Banten telah melakukan sejumlah pengawasan. Baik itu dilakukan secara langsung dengan melakukan kunjungan ke perusahaan atau industri maupun secara tidak langsung dengan melakukan penilaian melalui aplikasi SIMPEL yang dibuat oleh Kementerian.

Sehingga bagi sejumlah perusahaan yang terdaftar bisa dilakukan penilaian secara otomatis di aplikasi tersebut.

Kemudian untuk pemantauan terkait kondisi kualitas polusi udara sendiri. Disampaikan Agus, Kementerian Lingkungan Hidup sudah mengeluarkan Indeks Kualitas Udara yang disingkat dengan IKU.

IKU merupakan ukuran yang menggambarkan kualitas udara yang merupakan nilai komposit parameter kualitas udara dalam suatu wilayah pada waktu tertentu.

"Kalau di daerah untuk metode yang digunakan yaitu metode passive sampler," katanya.

Metode passive sampler digunakan dengan parameter Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen Dioksida (NO2). Metode tersebut diterapkan di empat titik lokasi mulai dari industri, transportasi, perkantoran dan pemukiman.

Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota melakukan aksi sebelum sidang pembacaan putusan gugatan terkait polusi udara di wilayah DKI Jakarta, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/9/2021). Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus Presiden RI Joko Widodo (tergugat I) hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tergugat V) melakukan perbuatan melawan hukum terkait pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Saat disinggung mengenai jumlah perusahaan di Banten yang masih menggunakan berbahan bakar coal atau batu bara di Banten. Dirinya mengaku tidak mengetahui berapa jumlah PLTU atau jumlah perusahaan yang masih menggunakan bahan bakar batu bara.

Menurutnya data tersebut lebih tepatnya berada pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Sementara mengenai faktor polusi udara di Banten apakah berasal dari kendaraan atau perusahaan industri.

Diakuinya bahwa keduanya sangat berkontribusi terjadinya polusi udara. "Kalau dari sisi udara yang berkontribusi dalam polusi udara yaitu berasal dari berbagai hal mulai dari kendaraan, perusahaan industri dan lain sebagainya," katanya.

Baca juga: Kemarin Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Wagub DKI: Memang Ada Peningkatan Polusi

Sementara itu, Agus juga menyampaikan bahwa mengenai pencemaran polusi udara. DLHK Provinsi Banten sampai saat ini selalu melakukan pemantauan kualitas udara, pengendalian, sosialisasi dan pengawasan di setiap kabupaten kota.

"Kita bersama-sama dengan kementerian melakukan program peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, serta menggalangkan untuk melakukan gerakan penanaman pohon dan lain sebagainya," ujar Agus.

20 Juta Kendaraan

Kendaraan bermotor juga dijadikan biang kerok buruknya kualitas udara di ibu kota. Hal ini memang sesuai faktanya, karena jumlah kendaraan di wilayah hukum Polda Metro Jaya setiap harinya terus bertambah dan hal ini pun berdampak pada pencemaran udara di DKI Jakarta.

Direktur Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, sepanjang tahun 2021 sampai 2022 ini sudah sekira 20 juta kendaraan baru terdaftar di kantornya. Namun untuk jumlah tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), Sambodo perlu meminta data ke anggotanya.

"Karena itu berkaitan dengan data jadi saya harus hitung dulu, nanti saya carikan," ujar Sambodo, Senin(27/6).

Meski bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, Polda Metro Jaya tidak menyediakan jasa uji emisi kepada mobil yang ada di wilayahnya.

Menurutnya uji emisi itu dilakukan oleh bengkel-bengkel yang di Jakarta dan juga sering mengadakan bersama Dinas Perhubungan DKI.

Baca juga: Studi: Polusi Sebabkan 9 Juta Orang Meninggal per Tahun

"Kewajiban uji emisi ini kan belum diterapkan, kenapa? Karena jumlah bengkel uji emisi tidak sebanding dengan kendaraan," tuturnya.

Jika semua kendaraan ini diwajibkan untuk uji emisi, maka akan menimbulkan antrean di seluruh bengkel yang ada di Jakarta. Kemudian, kendaraan yang dilakukan uji emisi adalah ketika kadar gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor di atas ambang wajar.

"Bukan karena tidak membawa kartu uji emisi, karena yang wajib dibawa saat berkendara hanya STNK dan SIM," ucap Sambodo.

Jika ingin ada aturan uji emisi, maka pihaknya melakukan di jalan misalnya kandungan gas yang diketahui melebihi batas wajar maka ditilang. Tapi sejauh ini, aturan tersebut belum diberlakukan oleh Korlantas Polri ataupun jajaran Polda Metro Jaya. "Kalau itu berlakukan akan kami laksanakan (menilang kendaraan yang tak lulus uji emisi)," terang mantan Kapolres Banjar tersebut.

Harus Agresif

Animo pemilik kendaraan bermotor untuk melakukan uji emisi di Ibu Kota menurun. Penyebab utamanya karena sanksi tilang bagi kendaraan yang belum diuji emisi diundur Kepolisian sejak 13 November 2021 lalu, sampai jumlah tempat uji emisi memadai.

“Jumlah kendaraan yang melakukan uji emisi menurun, setelah pemberlakuan sanksi tilang ditunda,” ujar Sub Koordinator Urusan Penyuluhan dan Humas pada Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Yogi Ikhwan, Selasa(28/6).

Yogi mengatakan, total kendaraan yang sudah melakukan uji emisi mencapai 647.572 mobil dan 57.990 sepeda motor. Jika mengacu pada populasi mobil mencapai 4,1 juta dan motor 14 juta, dapat disimpulkan pelaksanaan uji emisi masih rendah.

Ilustrasi pekatnya polusi kendaraan bermotor menyelimuti sejumlah Gedung-gedung perkantoran dan rumah penduduk yang menyebabkan pencemaran udara di Jakarta.

“Untuk kendaraan mobil yang sudah menguji emisi mencapai 15,79 persen dan sepeda motor baru 0,4 persen,” kata Yogi.

Menurut dia, pelaksanaan uji emisi sempat berada pada puncaknya saat bulan November 2021. Saat itu, pemerintah dan polisi berencana menerapkan sanksi tilang, sehingga dalam sebulan ada 190.026 kendaraan yang diuji emisi.

Lantaran sanksi tilang itu ditunda, animo masyarakat anjlok menjadi 66.123 kendaraan pada Desember 2021 dan 42.903 pada Januari 2022.

Lalu bulan Februari 2022 kembali turun menjadi 26.165 kendaraan, Maret 2022 naik lagi menjadi 359.970 kendaraan, April 2022 ada 31.260 kendaran.

Yogi mengimbau masyarakat untuk tetap melakukan uji emisi kendaraannya secara gratis di kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta setiap hari Rabu.

Guna mengakselerasi uji emisi, pemerintah telah menggandeng 350 lebih bengkel di lima kota administrasi dengan biaya bervariasi, untuk sepeda motor Rp 50.000 dan mobil Rp 150.000.

Dia menganggap, pengaruh uji emisi terhadap kualitas udara di Jakarta saat ini belum signifikan.

Soalnya, total kendaraan yang telah melakukan uji emisi masih di bawah 10 persen, sementara sektor transportasi menyumbang pencemaran udara hampir 70 persen di Jakarta.

“Dinas Lingkungan Hidup terus berkolaborasi dengan pihak pihak terkait dalam rangka pelaksanaan uji emisi yaitu dengan KLHK, Kepolisian, SKPD di seluruh Jakarta dan tempat-tempat uji emisi yang sudah berizin,” ucapnya.

Yogi mengatakan, penegakkan hukum bagi kendaraan yang belum diuji emisi sebetulnya telah tercantum dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Untuk sanksinya beragam, untuk pengendara motor bisa dipidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000, sedangkan kendaraan roda empat atau lebih pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda Rp 500.000.

Sambil menunggu jumlah uji emisi memadai, petugas gabungan dari Dinas LH, Dinas Perhubungan dan Kepolisian telah melakukan uji kepatuhan terhadap kewajiban uji emisi.
Operasi ini digelar dalam rangka mengedukasi masyarakat terhadap rencana sanksi tilang.

“Kegiatan ini dilaksanakan di ruas jalan di Jakarta, kendaraan diberhentikan di cek menggunakan aplikasi e uji emisi. Jika sudah uji emisi dipersilakan jalan, namun jika belum uji emisi akan dilakukan uji emisi bagi yang lulus diberikan edukasi untuk selalu uji emisi,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah menyusun Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU). Dokumen ini berisi berbagai rencana aksi untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, rencana aksi ini terdiri dari kebijakan untuk mengurangi sumber emisi bergerak dan tidak bergerak, serta berbagai infrastruktur pemerintahan dan juga rencana kajian untuk menciptakan kebijakan berbasis bukti dan ilmiah.

Rencana aksi yang ada di GDPPU adalah berbagai kegiatan yang memang sudah ada dalam pipeline di dinas-dinas terkait dan juga beberapa kebijakan baru.

“Ketika GDPPU sudah selesai dibuat, kami akan mengumumkannya kepada publik,” kata Asep pada Selasa (28/6).

Menurut Asep, Dinas LH telah melakukan konsultasi publik yang diadakan pada tanggal 2 Desember 2021. Hingga kini, Dinas LH masih memperbaiki GDPPU agar lebih tepat sasaran dan terukur, sebagaimana masukan dari konsultasi publik tersebut.

Kata Asep, penyusunan GDPPU ini merupakan bagian dari pelaksanaan amar putusan gugatan pencemaran udara di Jakarta yang diajukan warga Ibu Kota dan sekitarnya. Gugatan itu telah diputuskan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021 lalu.

“Kami berusaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan apa yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021. Salah satunya yang terus kami upayakan adalah untuk menggalakkan uji emisi, bahkan rencananya hingga pengenaan sanksi,” ujar Asep.
“Namun kami sadar bahwa untuk pengenaan sanksi kendaraan yang belum lolos uji emisi, kami harus lebih agresif lagi dalam melakukan sosialisasi agar masyarakat telah siap pada saat pengenaan sanksi tersebut dilaksanakan,” sambungnya.

Untuk kegiatan inventarisasi emisi, Dinas LH telah melakukan inventarisasi emisi tahun 2020, namun akan terus diperbarui. Hal ini mempertimbangkan anomali yang terjadi pada saat pandemi, sehingga harus hati-hati dalam menghitung total emisi yang dikeluarkan di tahun-tahun tertentu.

Asep menambahkan, pemerintah daerah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang tercantum dalam Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara, dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor Nomor 66 tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.

Kebijakan itu mulai dari pelaksanaan uji emisi dan mengkampanyekan agar masyarakat lebih peduli terhadap emisi gas buang kendaraan pribadi, sehingga tidak membuat kualitas udara semakin buruk.

Kemudian peremajaan usia kendaraan umum, serta rekayasa lalu lintas melalui kebijakan ganjil genap. Kebijakan ini setelah adanya pemberlakuan PPKM level satu, sehingga aktivitas diperlonggar.

“Untuk mengatakan bahwa rekayasa lalu lintas berhasil mengurangi polusi udara, diperlukan kajian yang mumpuni agar diketahui dampaknya terhadap kualitas udara.

Namun, rekayasa lalu lintas ini dilakukan secara umum untuk mengubah perilaku masyarakat yang tadinya menggunakan mobil pribadi bisa beralih ke kendaraan umum dengan pembatasan akses kendaraan tertentu,” jelasnya.

Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Arroufy menyebut, aturan uji emisi kurang efektif karena belum ada sanksi tilang yang dikenakan bagi kendaraan yang tak lolos uji emisi. Alhasil, masih banyak kendaraan yang belum lolos uji emisi bisa lalu lalang di jalanan Jakarta.

"Sebenarnya cara paling efektif untuk meningkatkan orang uji emisi ya dengan sanksi hukum terkait tilang. Tapi, kendalanya tilang tersebut secara kewenangan itu Polantas," ucapnya saat dihubungi Tribun, Selasa(28/6).

Dishub DKI sempat meminta kepada pihak kepolisian untuk segera memberikan sanksi tilang. Namun, permintaan itu ditolak lantaran masih banyaknya jumlah kendaraan yang belum lolos uji emisi.

Pihak kepolisian pun meminta Pemprov DKI terlebih dulu menggenjot program uji emisi ini.
"Polisi minta bengkel uji emisi diperbanyak dulu karena menurut mereka kalau langsung diterapkan, jutaan motor dan mobil bisa kena tilang," ujarnya.

Untuk mengakali hal ini, Dishub DKI akhirnya membuat aturan pengenaan disinsentif tarif parkir bagi kendaraan yang belum lolos uji emisi.

Mobil yang belum lolos uji emisi pun bakal dikenakan tarif parkir tertinggi sebesar Rp7.000 per jam. Pengenaan tarif parkir tertinggi ini kini sudah diterapkan di sejumlah tempat, seperti IRTI Monas, Pasar Mayestik, dan Samsat Jakarta Barat.

Jumlah lokasi parkir yang menerapkan disinsentif parkir ini pun bakal terus ditambah oleh Dishub DKI.

"Jadi paling itu treatmentnya karena sifatnya administratif, seperti pengenaan tarif parkir mahal bagi yang belum uji emisi," tuturnya.

"Itu yang bisa dilakukan Pemprov DKI, tali kalau sanksi hukum tilang itu polisi," sambungnya.
Selain itu, Dishub DKI juga baru membuka satu tempat pengujian emisi di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sebelumnya, baru ada empat tempat uji emisi, yaitu di Pulo Gadung, Ujung Menteng, Cilincing, dan Kedaung Angke.

"Ini upaya kami juga untuk mendukung program uji emisi, termasuk menambah satu unit pengujian kendaraan bermotor di Jagakarsa," kata Masdes.

Campaigner WALHI Jakarta, Muhammad Aminullah mengatakan saat ini memang sudah ada regulasi soal pengendalian pencemaran udara. Misalnya, pembatasan usia kendaraan bermotor dan uji emisi kendaraan.

Menurut Amin, regulasi seperti di atas perlu dimaksimalkan. Selain itu, walau regulasi sudah dihadirkan, namun sanksi pun belum ada.

"Walau sudah ada ketentuan, tapi buat sanksi masih berat karena fasilitas uji emisinya belum sebanding rasionya. Kalau buat ditilang juga sulit," papar Amin.

Selain itu kata Amin pemerintah perlu memperketat regulasi. Misalnya aturan soal membakar sampah.

Aturan memang sudah ada aturan, tapi perlu monitoring dan kontrol di masyarakat
Sehingga masih ada masyarakat yang membakar sampah.

Kurangnya fasilitas membuat masyarakat memilih membakar sendiri karena paling cepat dan murah.

"Mungkin kalau ada fasilitas, regulasi diperketat, bisa saja pembakaran sampah akan berkurang. Begitu juga skala besar seperti pengolahan limbah bekas. Sering kita lihat bakar sampah, itu perlu dikontrol juga," kata Amin.

Tidak hanya dari pemerintah provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) juga punya peran yang sama. Di antaranya mulai memulihkan ruang terbuka hijau (RTH).

Lalu harus menjadi supervisi buat polusi lintas batas yaitu Jakarta terus Banten dam Jawa Barat. Dan juga, jangan lupa membuat invetaris data sumber emisi dan sebagainya.

Karena sejauh ini akses terkait emisi masih sulit diakses. Seperti berapa besaran angka polusi, dari sektor mana saja dan lain hal. Sehingga ada evaluasi dan perencanaan langkah apa yang mesti diambil.

"Nah itu harus dipublikasikan ke masyarakat. Apa lagi kita masih beda standarnya. Ketika udara Jakarta jelek, Jakarta bilang masih bagus," tegas Amin.

Ia pun menyebutkan standar kualitas udara nasional dengan global masih berbeda. Mestinya memakai standar Badan Kesehatan Dunia yaitu WHO. Standar nasional kata Amin lebih kendor dari standar WHO.

"Tiga kali lipat lebih kendor. Maka ketika WHO bilang standar udara kita sudah jelek, pemerintah masih bilang biasa atau bagus. Itu perlu diubah dan diperketat," pungkasnya.

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga mengatakan upaya memperbanyak Ruang Terbuka Hijau(RTH) dan menanam pohon-pohon besar dapat dimanfaatkan sebagai paru-paru kota penyerap gas polutan udara.

“Juga sebagai penghasil oksigen, peredam polusi suara bising, penyejuk iklim mikro kota,” katanya, Senin (27/6).

Selain itu mendorong masyarakat agar beralih menggunakan angkutan umum atau transportasi massal saat bepergian atau beraktivitas dengan jarak sedang-jauh.

“Serta berjalan kaki di trotoar dan bersepeda di jalur sepeda untuk jarak dekat,” katanya.

Menurut Nirwono, Pemprov DKI Jakarta harusnya menjadikan polusi udara masuk dalam program prioritas untuk segera ditangani supaya tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
“Dengan demikian seluruh kebijakan dan kegiatan pembangunan harus bertujuan untuk mengurangi polusi udara,” ujarnya.

Penanganan yang dapat dilakukan di antaranya dengan upaya pembatasan pergerakan kendaraan pribadi seperti penerapan ganjil genap di seluruh kawasan untuk kendaraan mobil dan motor.

“Juga penerapan jalan berbayar elektronik, dan e-parking progresif, serta penerapan persyaratan uji emisi kendaraan yang masuk Jakarta dan sekitar,” ungkapnya.

Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mengatakan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat malam puncak Jakarta Hajatan tidak sesuai kenyataan.

“Ungkapan Jakarta kota global sangat tidak menyentuh, saat kota berusia 495 tahun tapi tidak mampu mengatasi polusi, malah terburuk sedun,” kata Gilbert.

Seharusnya Anies menyoroti permasalahan yang dihadapi Jakarta sekarang ini. Pasalnya sekarang ada banyak masalah yang harus diselesaikan agar memberikan ketenangan bagi masyarakat.

“Sangat miris melihat pernyataan gubernur yang tidak menyentuh persoalan Jakarta di tengah polusi terburuk di dunia, tanpa ada solusi yang ditawarkan,” katanya.

Ditambah selama menjabat sebagai gubernur, Anies dinilai tidak dapat memanfaatkan uang APBD yang mencapai Rp 400 triliun untuk bisa membuat masyarakat sejahtera.

“Rakyat makin sengsara, dengan angka koefisien gizi yang memburuk, angka kemiskinan yang meningkat, kemacetan dimana-mana dan polusi terburuk di dunia,” tuturnya.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan pengaruh polusi udara terhadap masyarakat seperti penyakit infeksi saluran pernafasan masih dianggap terkendali.

“Sejauh ini angkanya masih terkendali kami memantau infeksi saluran pernafasan itu bukan hanya saat ini tetapi sejak sudah tahun 2004,” ungkapnya.

Meski tidak menjelaskan jumlahnya secara rinci, penyakit seperti infeksi saluran pernafasan tidak melulu diakibatkan masalah polusi udara.

“Angka-angka kesakitan ini sekali lagi bukan hanya sebatas karena polusi tetapi berbagai gaya hidup juga mempengaruhi,” ujar Widyastuti.

Untuk itu masyarakat diimbau selalu menerapkan gaya hidup sehat seperti mengonsumsi makanan bergizi dan tidak lupa rutin olahraga.

“Cek kesehatan secara rutin, hindari asap rokok, diet seimbang, rajin berolahraga, istirahat cukup, kelola stres dengan baik,” sambungnya.

Ia menambahkan umur harapan hidup di DKI Jakarta juga semakin meningkat. Meski begitu, ada banyak faktor yang mempengaruhi hingga kondisi tersebut bisa terwujud.

“Data di kita menunjukkan bahwa umur harapan hidup di DKI Jakarta itu semakin meningkat jadi banyak faktor yang menyebabkan bagaimana status kesehatan atau umur harapan itu,” kata Widyastuti.

“Bukan hanya semata-mata fisik seseorang tapi bagaimana dari awal menerapkan gaya hidup sehat termasuk juga lingkungan,” ungkapnya.(Tribun Network/aisah/alfajri/miftahul munir/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini