Lebih jauh, Ivan menemukan sebuah kasus yang melibatkan salah satu pihak perusahaan yang melakukan transaksi dengan yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.
Dan ternyata pemilik perusahaan tersebut juga adalah salah satu pendiri lembaga tersebut.
"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp 30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," terangnya.
Atas temuannya itu, Ivan langsung mengambil langkah dengan melakukan pembekuan atas 60 rekening yang berafiliasi dengan Yayasan ACT mulai hari ini.
"Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan," tegas Ivan.
Selain itu, pihaknya menyebut bahwa Yayasan ACT melakukan transaksi dengan lembaga luar negeri atau entitas asing.
Dimana angka tersebut terbilang fantastis.
Berdasarkan data yang ada, PPATK temukan lebih dari 2.000 kali transaksi yang dilakukan ACT dengan pihak-pihak asing di luar negeri.
Bahkan, nominalnya mencapai Rp 64 miliar.
"Kegiatan entitas yayasan ini juga bertransaksi dengan 10 negara yang paling besar menerima dan mengirim ke yayasan tersebut berdasarkan laporan 2014-2022," kata Ivan.
Baca juga: Sebut Pencabutan Izin ACT Tak Bisa Dibatalkan, Kemensos: Harus Ajukan Izin Baru Secara Bertahap
Kemensos Cabut Izin ACT
Mulai Selasa (5/7/2022), Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT Tahun 2022.
Hal ini lantaran dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan.
Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy pada Selasa (5/7/2022).