TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait geram dengan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto.
Dikutip dari Warta Kota, Arist marah atas posisi yang diambil Kak Seto sebagai saksi yang meringankan bagi terdakwa kekerasan seksual yaitu Julianto Eka Putra di persidangan di Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur.
"Itu yang membuat saya marah. Kok bisa-bisanya orang yang bertahun-tahun mencitrakan dirinya pembela anak, tetapi untuk kasus predator kejahatan seksual dia berdiri di situ untuk jadi saksi meringankan dan membela predator kejahatan seksual," ujar Arist di tayangan sebuah kanal YouTube.
Arist menjelaskan, Kak Seto seharusnya menjadi saksi ahli psikologis sesuai dengan permintaan tim kuasa hukum Julianto Eka Putra.
Namun, kata Arist, saat persidangan, Kak Seto justru mempersoalkan status kelembagaan Komnas PA dengan menyebut ilegal.
Baca juga: Babak Baru Kasus Julianto Eka Putra: Dijebloskan ke Penjara tapi Siswa & Alumni Minta JE Dibebaskan
Arist menilai pernyataan Kak Seto itu tidak ada hubungannya dengan kasus ini.
"Tetapi dalam persidangan justru dia mempersoalkan kelembagaan. Loh apa urusannya dia mempersoalkan kelembagaan Komnas Perlindungan Anak, tidak legal, ilegal lah."
"Loh yang tidak legal itu siapa?" katanya.
Selain itu, Arist menganggap Kak Seto telah melakukan 'bunuh diri' ketika menyetujui untuk menjadi saksi ahli dari terdakwa Julianto Eka Putra.
"Jadi tidak bisa dibantahkan bahwa saudara Seto Mulyadi, sudah bunuh diri dan menggali lubangnya sendiri," ujarnya.
Arist pun menegaskan seharusnya Kak Seto menolak untuk dihadirkan oleh kuasa hukum Julianto Eka Putra.
"Karena ini terdakwa loh, tidak sembarangan menjadikan terdakwa. Tetapi ini dia (Kak Seto) justru menciderai dirinya sendiri," ktanya.
Tanggapan Kak Seto
Menanggapi pernyataan Arist, Kak Seto mengatakan ia bukanlah saksi yang meringankan terdakwa Julianto Eko Putra.
Masih dikutip dari Warta Kota, Kak Seto menegaskan dalam persidangan, dirinya berkapasitas sebagai saksi ahli.
"Sama sekali tidak benar saya membela predator. Saya tidak mungkin mempertaruhkan 52 tahun pengabdian saya di dunia anak."
"Mungkin itu salah paham atau mungkin sengaja di-blowup untuk apa, saya nggak tahu itu," ujarnya Selasa (12/7/2022).
Ia juga menegaskan dirinya memiliki pemikiran sama dengan Arist Merdeka Sirait untuk tetap berada di sisi korban.
Namun, kata Kak Seto, jika tuduhan Arist itu terbukti maka dirinya meminta agar ia dijatuhi hukuman pidana.
"Salah satu pandangan saya, kalau itu terbukti mohon dijatuhi hukum pidana yang seberat-beratnya."
"Sebenarnya tuntutan saya sama, nggak brebeda dengan Bang Arist danpegiat anak yang lain," tegasnya.
Baca juga: FAKTA Penahanan Julianto Eka Pendiri SMA SPI, Sempat Jalani 19 Kali Persidangan
Sementara mengenai kapasitas Kak Seto dalam persidangan itu, ia merasa kaget ketika tertulis dirinya menjadi saksi dari Julianto Eka Putra.
"Rupanya tertulis di kejaksaannya seolah-olah saksi dari pihak terdakwa. Padahal saya posisinya sebagai ahli yang memberikan pandangan sesuai dengan kapasitas keilmuan," katanya.
Sehingga, ia menegaskan dalam persidangan itu, berkapasitas sebagai saksi ahli dan akan menolak ketika diminta untuk menjadi saksi yang meringankan terdakwa.
"Ya jelas tidak akan mau, tidak mungkin (saya membela terdakwa). Apalagi saya tidak tahu masalahnya. Ahli itu dimana-mana netral," tegasnya.
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, Julianto Eka Putra telah ditahan pada Senin (11/7/2022).
Dirinya telah ditahan di Lapas Kelas I Malang setelah sebelumnya diamankan di rumahnya di Surabaya.
Selain itu, terkait kasus ini, terdapat fakta baru yang diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati.
Dirinya mengungkapkan, Julianto Eka Putra sempat mengintimidasi sembilan saksi dan korban.
Mia mengatakan ada beberapa modus yang dilakukan oleh Julianto untuk mengintimidasi yaitu menghubungi saksi dan korban via WhatsApp dan memberikan fasilitas materi kepada orang tua korban.
"Dengan cara saksi dan korban dihubungi lewat WhatsApp. Ada juga yang keluarganya dikasih fasilitas materi supaya orang tua korban mencabut laporan kasus itu," katanya dilansir Surya Malang.
Selain itu, Julianto Eka Putra juga dinyatakan sebagai tersangka eksploitasi anak.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim, Kombes Dirmanto.
Imbasnya, Julianto Eka Putra dijerat pasal 761 juncto pasal 88 UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dirmanto mengungkapkan Julianto Eka Putra terancam pidana penjara paling lama 10 tahun.
Dikutip dari Tribun Jatim, ada enam korban yang melaporkan dan mengaku merasa dieksploitasi oleh Julianto Eka Putra untuk dipekerjakan di Pulau Bali.
"JE itu mempekerjakan anak-anak ini, diberbagai sektor ekonomi. Ada yang disuruh membangun kegiatan bangunan di sana. Dan disuruh melakukan kegiatan ekonomi di sana," pungkas Dirmanto.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Nuryanti)(Warta Kota/Budi Sam Law Malau)(Tribun Jatim/Luhur Pambudi)(Surya Malang/Febrianto Ramadani)
Artikel lain terkait Julianto Eka Putra dan Kasus Kekerasan Seksual