Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI umumkan hasil temuan terbaru soal penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terhadap hewan ternak sapi di Indonesia.
Dalam temuannya, Ombudsman RI menyatakan Badan Karantina Pertanian yang dibentuk pemerintah untuk menangani PMK ini telah gagal melakukan tugasnya.
Hal itu didasari karena pada kurun waktu 1 bulan terakhir, wabah PMK telah menyebar ke 22 Provinsi dengan tambahan 5 provinsi terjadi pada 13 Juni - 13 Juli 2022.
"Ombudsman mencatat pada 13 juni 2022 sebaran kasus PMK sudah mencapai 17 provinsi dalam kurun waktu 1 bulan berikutnya 13 Juli 2022 wabah PMK sudah menyebar di 22 provinsi," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat konferensi pers secara hybrid, Kamis (14/7/2022).
Baca juga: Australia Kirim Menteri Pertanian untuk Bantu Penanganan Wabah PMK di Indonesia
Adapun 5 Provinsi sebaran baru wabah PMK dalam satu bulan ini diantaranya terjadi di Bali, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Bengkulu.
Dengan begitu, Ombudsman RI menilai kalau Badan Karantina Pertanian telah gagal dalam melakukan tugasnya menangani penyebaran wabah PMK.
"Lagi-lagi Ombudsman RI menilai dengan adanya penyebaran PMK di 5 provinsi dalam sebulan terakhir menandakan badan karantina jelas-jelas gagal dan tidak kompeten dalam menangani penyebaran pmk itu jelas," ucapnya.
Terlebih dalam catatan Ombudsman RI, kini wabah PMK tak hanya dialami oleh hewan ternak sapi, melainkan sudah terjadi juga di hewan ternak lain.
Beberapa hewan di antaranya yakni Kerbau, Kambing, Domba dan Babi.
"Pada laman siagapmk.id total hewan sakit mencapai 366.550 ekor, sembuh 140.321 ekor, yang mati 2.419 ekor, potong bersyarat 3.698 ekor, belum sembuh sekitar 220.102 ekor, dengan cakupan vaksinasi 476.650 ekor dengan jumlah penyebaran kasus di 22 provinsi saat ini tidak hanya di sapi, tapi juga masuk kerbau, kambing, domba dan babi," tuturnya.
"Jadi bukan di sapi saja sudah menyangkut ke hewan-jewan lainnya," sambung dia.
Lebih jauh, berdasarkan data tersebut, diperkirakan potensi kerugian yang dialami oleh peternak sapi tidak kurang dari Rp788,81 miliar.
Atas hal itu kata Yeka, Ombudsman berpandangan bahwa mitigasi dan penanganan kedepan perlu lebih ditingkatkan mengingat potensi nilai kerugian yang terus meningkat setiap harinya.
"Kerugian diatas belum termasuk kerugian yang diderita oleh para petarnak sapi perah, disebabkan menurunnya secara drastis produksi susu sapi yang mereka hasilkan," ucap Yeka.
Sebagai salah satu gambaran, berdasarkan data GKSI per 13 Juli 2022, sapi perah yang terinfeksi PMK sebanyak 19.267 ekor di Jawa Barat atau 24,65 persen dari total populasi sapi perah; 5.189 di Jawa Tengah atau 12,55 % dari total populasi sapi perah; dan 55.478 ekor di Jawa Timur atau31,19 % dari total populasi sapi perah.
Dari data itu, penurunan produksi susu masing-masing mencapai 30 persen atau sekitar 137,14 ton untuk di Jawa Barat; 40 persen atau sekitar 66 ton di Jawa Tengah, dan 30 persen atau sekitar 535,71 ton di Jawa Timur.
"Potensi kerugiannya tidak kurang dari 6 milyar per hari, atau dalam satu bulan bisa mencapai 1,7 triliun rupiah. Penurunan produksi susu sapi rakyat ini berdampak terhadap meningkatnya impor susu," ucap Yeka.