TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - AKBP Raden Brotoseno atau AKBP Brotoseno akhirnya dipecat dari kepolisian setelah Polri menggelar Sidang Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK).
AKBP Brotoseno sebelumnya menjadi sorotan karena kembali aktif menjadi anggota Polri setelah menjalani hukuman terkait tindak pidana korupsi.
Setelah menjadi sorotan, terungkap bila selama ini AKBP Brotoseno tidak pernah dipecat dari Polri.
Berdasarkan hasil putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) bernomor PUT/72/X/2020 pada 13 Oktober 2020 Brotoseno hanya diberi sanksi berupa permintaan maaf dan demosi.
Alasan Brotoseno tidak dipecat saat itu, karena yang bersangkutan dinilai berprestasi oleh atasannya di Polri.
Kemudian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutuskan untuk meninjau kembali putusan hasil sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) terhadap eks napi korupsi AKBP Brotoseno.
Baca juga: Perjalanan Kasus AKBP Brotoseno, Divonis 5 Tahun hingga Bebas, Kini Menanti Hasil PK Sidang Etik
Kapolri lantas menunjuk 12 orang menjadi tim peneliti untuk meninjau kembali putusan hasil sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) terhadap Brotoseno.
Tim tersebut diketuai Inspektur Wilayah V Itwasum Polri Brigjen Hotman Simatupang.
Setelah itu Polri membentuk Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK) berdasarkan Keputusan Kapolri KEP/813/VI/2022 tertanggal 29 Juni 2022.
Sidang KKEP PK dilaksanakan padaJumat (8/7/2022) pukul 13.30 WIB dan memutuskan AKBP Brotoseno diberhentikan tidak dengan hormat atau PTDH dari anggota Kepolisian.
Baca juga: BREAKING NEWS:Sidang Etik PK Resmi Pecat AKBP Brotoseno Sebagai Anggota Polisi
Adapun Putusan sidang komisi kode etik Polri bernomor KKEP PK/1/VII/2022.
"Sanksi administratif berupa PTDH. Saya ulangi menjadi sanksi administratif berupa PTDH sebagai anggota Polri," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Polri Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Selanjutnya, kata Nurul, hasil putusan KKEP PK itu bakal dikirimkan kepada bidang SDM Polri.
Baca juga: Tim Peneliti PK Brotoseno Minta Pembentukan Komisi Banding Kode Etik, Sidang Ulang Bakal Digelar
Nantinya, mereka bakal menerbitkan keputusan PTDH kepada Brotoseno.
"Tindaklanjuti hasil putusan KKEP PK tersebut maka sekretariat KKEP PK akan kirimkan putusan KKEP PK ke SDM untuk ditindaklanjuti dengan terbitkan KEP PTDH. Jadi saat ini untuk KEP PTDH-nya belum ada," katanya.
Sekelumit Perjalanan AKBP Brotoseno
Nama AKBP Brotoseno menjadi populer setelah dirinya menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terlebih nama menjadi sorotan karena menjalin hubungan asmara dengan Angelina Sondakh yang saat itu menjadi saksi kasus korupsi Wisma Atlet.
Kemudian padapada 2011, KPK memulangkan AKBP Brotoseno ke institusi Polri.
Perwira menengah tersebut pun ditempatkan di bagian SDM Polri hingga akhir kembali ditempatkan di Bareskrim Polri.
Dilansir dari kompas.com, Brotoseno terjaring dalam operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 November 2016.
Saat itu, dia menjabat sebagai Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.
Dalam penangkapan tersebut, Polri menyita uang senilai Rp 1,9 miliar, dari total yang akan diserahkan Rp 3 miliar.
Baca juga: Tim Peneliti PK Brotoseno Minta Pembentukan Komisi Banding Kode Etik, Sidang Ulang Bakal Digelar
Dugaan awal, Brotoseno melakukan pemerasan pada tersangka kasus dugaan korupsi cetak sawah yang tengah ditangani Bareskrim Polri.
Brotoseno lantas ditetapkan sebagai tersangka pada 18 November 2016.
Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang anggota kepolisian lainnya dan 2 orang pihak swasta yang berperan sebagai penyuap.
kemudian setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan persidangan, pada 14 Juni 2017 Brotoseno dijatuhi vonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta supaya Brotoseno dihukum 7 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Berdasarkan surat dakwaan, Brotoseno menerima uang dengan total Rp 1,9 miliar dalam kasus penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.
Dia juga menerima 5 tiket pesawat Batik Air kelas bisnis seharga Rp 10 juta atas permintaannya sendiri.
Brotoseno didakwa bersama-sama penyidik Dittipikor Bareskrim Polri Dedy Setiawan Yunus, dan 2 pihak swasta yaitu Harris Arthur Hedar dan Lexi Mailowa Budiman.
Brotoseno menerima uang dari Harris selaku advokat Jawa Pos Group untuk mengurus penundaan panggilan pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan yang sedianya diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang.
Sebelumnya, pernah terbit surat panggilan pemeriksaan untuk Dahlan sebagai saksi selaku mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Baca juga: Revisi Perkap Peninjauan Kembali Hasil Putusan Sidang Kode Etik AKBP Brotoseno Resmi Diundangkan
Setelah menerima transfer sebesar Rp 3 miliar dari Harris, Lexi sebagai pihak perantara menemui Dedy.
Saat itu, Dedy memperkenalkan Lexi dengan Brotoseno.
Di sana, Lexi menanyakan kasus cetak sawah yang ditangani Bareskrim Polri.
Brotoseno pun menjelaskan penanganan kasus tersebut, termasuk soal pemanggilan Dahlan.
Dalam pertemuan itu, Brotoseno menyampaikan bahwa dirinya membutuhkan biaya miliaran rupiah untuk berobat orangtuanya yang sakit ginjal.
Lexi pun memenuhi permintaan Brotoseno dengan memberikan uang sebesar Rp 1,9 miliar dalam dua tahap.
Majelis hakim menilai Brotoseno terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Meski divonis 5 tahun penjara, Brotoseno hanya menjalani hukuman selama kurang lebih 3 tahun karena mendapatkan bebas bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Dia dibebaskan pada 15 Februari 2020.
Pembebasan bersyarat Brotoseno berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor PAS-1052.OK.01.04.06 Tahun 2019 tentang Pembebasan Bersyarat Narapidana. (Tribunnews.com/ Igman/ kompas.com)