Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menduga ada kejanggalan dibalik pengusutan kasus dugaan suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) yang menjerat eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming.
Kuasa hukum Maming tersebut menilai ada dugaan motif pengambilalihan bisnis beserta asetnya dengan cara menjadikan Maming korban kriminalisasi.
Menurut pengamat antikorupsi Ma’ruf Asni, analisa Denny Indrayana bisa dijadikan pijakan untuk menilai proses hukum yang sedang berlangsung.
"Oleh karenanya, kasus hukum yang menjerat Mardani, seperti telah ditegaskan, cenderung problematik," kata Asni dalam keterangannya, Kamis (21/7/2022).
Ia mengatakan, kasus yang menerpa Maming tidak dapat dipahami secara parsial, melainkan harus imparsial agar penilai terhadap kasus ini menjadi jelas dan terang.
Asni juga menyoroti analisa Denny soal KPK selaku pihak termohon, sering menerapkan pasal yang berbeda-beda dalam penanganan perkara dugaan korupsi IUP yang menjerat kliennya.
Perubahan pasal yang dimaksud, lanjutnya, termuat dalam surat pencegahan ke luar negeri dan surat pemberitahuan dimulai penyidikan (SPDP).
Baca juga: KPK Buka Opsi Jemput Paksa Mardani Maming Jika Dua Kali Mangkir Panggilan
Menurutnya, perubahan ini memiliki konsekuensi bagi Maming, karena tidak ada kepastian hukum, serta melanggar asas akuntabilitas dan asas-asas hukum lainnya.
"Maka tepat kalau muncul penilaian yang menyebut penerapan pasal yang berbeda-beda dalam kasus Maming ini merupakan bentuk pelanggaran yang berimplikasi terhadap tercederanya Hak seorang tersangka jaminan, perlindungan dan proses hukum yang adil dan berkepastian hukum," kata Asni.
Maming sendiri kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh komisi antirasuah.
Di saat yang sama, dia juga dilarang untuk bepergian ke luar negeri.
Kendati demikian, status tersangka itu telah dipraperadilankan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Mardani Maming, Denny Indrayana, menilai apa yang disampaikan oleh KPK dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan tak dapat membuktikan aliran dana di kasus kliennya.
“Jawaban dari KPK ini yang harus kita sama-sama bold, tidak ada satu pun baik itu argumen dalil atau bahkan bukti yang (dari) termohon (KPK),” kata Denny kepada wartawan di PN Jakarta Selatan, Rabu (20/7/2022).
Denny menyebut KPK selaku termohon dalam gugatan praperadilan ini tidak bisa menunjukkan bukti aliran uang yang disebut diterima Mardani Maming.
“KPK sampaikan ada aliran dana kepada pemohon (Maming), enggak ada, bahwasanya dialihkan ke sana kemari, tetapi dari kita dengar tadi, tidak ada satu dalil bukti bahwa ada aliran dana kepada pemohon dalam hal ini adalah Mardani H. Maming,” kata dia.
Ia kembali menegaskan bahwa perkara ini adalah soal bisnis. Dan KPK mestinya tidak dikriminalisasikan.
“Kembali ke soal bisnis ya, pertama saya juga sepakat dengan termohon (KPK) bahwa kalau yang terkait dengan bisnis dan lain-lain itu memang lebih masuk ke substansi tipikornya [tindak pidana korupsinya] dan kita bicara praperadilan lebih ke arah prosedural, meskipun pasti tidak akan pernah bisa tidak pernah membahas sama sekali dugaan-dugaan tipikornya,” tambah Denny.