Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengingatkan bahwa ancaman krisis pangan bakal memperparah kondisi perekonomian global.
Bahkan beberapa kalangan menilai kondisinya lebih buruk dibandingkan krisis pangan yang pernah terjadi.
Firman mengatakan suka tidak suka semua pihak harus menghadapi itu.
"Karena ini konsekuensi daripada krisis ekonomi global akibat anomali cuaca dan dampak dari perang Rusia vs Ukraina. Dan dampak, adanya pandemi covid-19 yg sampai sekarang belum usai juga semakin memperparah kondisi perekonomian global kata Firman dalam keterangannya, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Hadapi Ketidakpastian Global, Pemerintah Diminta Buat Kerangka Regulasi Cadangan Energi dan Pangan
Dia mengungkapkan, sejak tahun 2009 sudah menyuarakan pentingnya swasembada pangan untuk menuju kedaulatan pangan nasional.
Bahkan, ketika itu ia juga mendorong agar segera Badan Pangan Nasional segera dibentuk untuk mempersiapkan dan kemungkinan terjadinya krisis pangan tersebut.
Hal tersebut lantaran sudah selalu diingatkan oleh lembaga-lembaga internasional seperti PBB, FAO telah merilis diperkirakan, populasi penduduk dunia akan terjadi kenaikan cukup tajam di tahun 2050 diperkirakan akan mencapai angka 9,7 milliar penduduk dunia.
Sedangkan, Indonesia di tahun 2030 rilis Bappenas diperkirakan penduduk Indonesia akan naik menjadi 300 juta penduduk.
"Artinya akan ada kenaikan dua kebutuhan besar yaitu energi dan pangan akan mengalami kenaikan signifikan, oleh karena itu kalau kita tidak bersandar kepada pangan pokok prudiksi nasional dan kita tidak melakukan deversifikasi pangan sesuai imbauan Presiden. Disamping itu kita harus juga melakukan subtitusi pangan," ucapnya.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) ini menuturkan, subtitusi pangan itu dilakukan untuk mengatasi ketergantungan bahan kebutuan pangan impor.
Baca juga: Dibayangi Krisis Ekonomi Global, Ekonom Sebut Indonesia Masih Relatif Jauh dari Resesi
Misalnya saja mie dalam negeri masih bergantung kepada bahan baku gandum impor dari Ukraina yang diperkirakan 1,3 juta ton per tahun, belum lagi impor dari India.
Atas dasar itu, Firman mengingatkan semua pihak harus melakukan subtitusi pangan dengan menggunakan tepung singkong atau mokaf sebagai pengganti ketergantungan gandum import tersebut.
"Kalau tidak dilakukan maka kita akan terjebak dalam ketergantungan bahan baku impor itu berisiko tinggi dengan harga semakin tidak bisa terkendali. Disamping pemerintah juga harus mulai melakukan evaluasi terhadap terhadap produksi pertanian tutur," tandasnya.