Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KTT Y20 yang digelar di Jakarta dan Bandung resmi berakhir dengan diserahkannya dokumen rekomendasi kebijakan (Communique) kepada perwakilan Republik Indonesia sebagai Presidensi G20.
Communique tersebut diserahkan oleh co-chair Y20 Indonesia 2022, Rahayu Saraswati kepada Presiden Joko Widodo yang diwakili oleh Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy.
Dalam communique tersebut, KTT Y20 menegaskan bahwa akses internet adalah hak dasar yang harus dimiliki oleh anak muda karena berkaitan erat dengan kehidupan mereka.
Co-Chair Y20 Indonesia Budy Sugandi mengungkapkan, satu di antara sejumlah poin dalam komunike tersebut mendesak pemerintah-pemerintah negara G20 untuk memperluas jaringan internet dan menurunkan harga internet agar bisa menjangkau komunitas-komunitas marjinal yang selama ini belum bisa memperoleh akses internet dengan mudah.
Pasalnya, pandemi Covid-19 mempercepat transformasi digital. Hampir seluruh sektor saat ini bergantung pada akses internet untuk beroperasi.
Hal ini menjadi masalah apabila penyebaran akses internet belum merata yang akan berdampak pada tingginya harga internet di beberapa wilayah.
"Kemajuan teknologi digital berdampak pada generasi muda. Tetapi sejumlah kerangka kerja publik masih ambigu," kata Budy dalam keterangan yang diterima, Senin (25/7/2022).
Budy menyebut pemuda saat ini adalah “digital native” atau mereka yang lahir dan hidup dengan dunia digital.
Akses internet yang tidak merata dan mahal akan menghambat potensi anak muda untuk membantu memajukan perkembangan dan pembangunan dunia.
Menurutnya pemerintah harus melakukan terobosan untuk memastikan penyebaran akses internet yang merata dengan harga yang terjangkau.
Baca juga: Di KTT Y20, Menparekraf Tekankan Pentingnya Hak Cipta Pelaku UMKM
"Sudah menjadi rahasia umum, masih banyak di daerah-daerah yg memiliki masalah internet baik karena lambat maupun mahal. Termasuk ada juga yg belum bisa mengakses internet bahkan belum ada listrik. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam mengejawantahkan amanat Pancasila terutama sila ke-5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Budy.
Sementara itu, Maria Monica Wihardja selaku Visiting Fellow ISEAS - Yusof Ishak Institute pada talk show yang diadakan pada KTT Y20 mengatakan terdapat potensi konsekuensi negatif dari transformasi digital.
Di antaranya adalah munculnya kesenjangan teknologi dan ekonomi.
“Isu-isu ini sebagian disebabkan oleh minimnya standar internasional. Di sinilah, G20 dapat melakukan intervensi untuk menetapkan norma dan standar internasional di sektor digital untuk memitigasi risiko ini," ucap Monica.
Dia menambahkan bahwa puncak KTT G20 dan Y20 perlu menyepakati strategi untuk mengukur dampak dari transformasi digital.
Delegasi Y20 menegaskan bahwa akses internet adalah potensi terbesar untuk memberikan kesempatan belajar, bekerja, konektivitas sosial, dan pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Jadi Pembicara di Forum Y20, Bisnis Cokelat Tissa Aunila Melesat Omsetnya di E-Commerce
"Rekomendasi kebijakan yang disusun oleh delegasi dan para pemuda Y20 mencakup tindakan untuk memastikan transisi yang adil, inklusif, dan berpusat pada perubahan masyarakat dan ekonomi menuju arah digital," pungkasnya.