TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia telah menetapkan empat tersangka atas kasus penggelapan dana di yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT), Senin (25/7/2022).
Adapun keempat tersangka itu yakni Ahyudin sebagai Pendiri ACT; Ibnu Khajar sebagai pengurus ACT; Hariyana Hermain selalu Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy dan Novariadi Imam Akbari, selaku sekretaris ACT periode 2009 - 2019 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.
Dalam keterangannya Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wardittipideksus) Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf membeberkan besaran gaji keempat pimpinan ACT tersebut.
Kata Helfi, keempatnya mendapatkan gaji dengan kisaran Rp50 hingga Rp450 juta.
"Gaji sekitar Rp50-450 juta perbulan," kata Helfi saat jumpa pers di Gedung Mabes Polri, Senin (25/7/2022).
Lebih lanjut, Helfi memerinci besaran gaji yang diterima keempatnya.
Dalam rinciannya, Ahyudin sebagai pendiri mendapatkan gaji paling besar yakni Rp 450 juta.
Sedangkan, Ibnu Khajar, Hariyana Hermain serta Novariadi Imam Akbari masing-masing menerima di bawah Rp200 juta.
Baca juga: Tersangka Kasus ACT Ahyudin Hingga Ibnu Khajar Terancam 20 Tahun Penjara, Pasal TPPU dan Penggelapan
"A 450 juta, IK 150 juta, HH dan NIA (masing-masing) Rp50 dengan Rp100 juta," ucap Helfi.
Kendati saat ditanyakan soal dana yang diselewengkan dalam kasus ini, Helfi belum dapat memberikan keterangan lebih jauh.
Sebab kata dia, saat ini masih dalam pendalaman yang juga dilakukan oleh Pusatsat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Seperti kami sampaikan bahwa kita koordinasi dengan PPATK, kemudian juga melakukan asset tracing terhadap apa yang diterima oleh keempat tersangka tersebut," tukas dia.
Sebelumnya, Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar dipersangkakan pasal berlapis seusai menjadi tersangka dugaan kasus penggelapan donasi umat.
Selain mereka, penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah anggota pembina ACT berinisial HH dan NIA.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi. Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli podana hingga ITE.
"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yg trdri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ite, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.
"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," pungkasnya.