TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM akan mendalami tiga hal pokok dari uji balistik terkait kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Tiga hal pokok yang akan digali Komnas HAM tersebut di antaranya jenis senjata, peluru yang digunakan, dan residu di tubuh Brigadir J.
Semua itu nantinya akan didalami Komnas HAM ketika mengambil keterangan dari pihak kepolisian.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan dari tiga hal pokok tersebut, nantinya akan diketahui lebih lengkap mengenai peristiwa meninggalnya Brigadir J yang disebut melakukan baku tembak dengan Bharada E.
"Dari tiga hal pokok itu lah kemudian kita bisa mendapat keterangan atau info yang lebih lengkap terkait dengan peristiwa meninggalnya Brigadir J," kata Beka dilansir dari kompas.tv, Selasa (2/8/2022).
Beka mengatakan pihaknya akan mengambil keterangan dari pihak kepolisian terkait uji balistik tersebut, Jumat (5/8/2022).
Dari hasil keterangan tersebut nantinya akan dicocokan dengan hasil temuan, pengakuan dari Bharada E, serta keterangan dari laboratorium forensik kepolisian, serta dari pihak lainnya termasuk para saksi.
Baca juga: LPSK Buka Wacana Gandeng TNI di Kasus Kematian Brigadir J, Siapa Sosok yang Mau Dilindungi?
Hingga kini Komnas HAM belum bisa mengambil satu kesimpulan terkait peristiwa kematian Brigadir J.
"Apalagi kami juga belum datang ke TKP, jadi kami harus mendapat keterangan dari tiga pihak, terus bahannya kami akan olah dan kami uji pada saat olah TKP," kata dia.
Beka pun mengungkap bahwa saat kejadian ada saksi lain selait istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan Bharada E.
Saksi tersebut adalah seorang ajudan dan dua orang asisten rumah tangga.
Ketiga saksi tersebut pun sudah diambil keterangannya oleh pihak Komnas HAM.
Baca juga: Terkait Kasus Brigadir J, LPSK Pastikan Assessment Psikologis untuk Bharada E Telah Rampung Hari Ini
"Ini sudah semakin jelas konstruksi peristiwa yang dimiliki Komnas HAM," ungkapnya.
Beka menegaskan, pihaknya akan memastikan semua keterangan para saksi ketika melakukan olah TKP.
"Orang itu biar pun sudah memberi keterangan, tapi lokasi yang sebenarnya seperti apa gambarannya, tata letaknya, termasuk juga ukuran masing-masing ruang ini kami masih harus sampai ke TKP dahulu sebelum menentukan posisi dan peran orang-orang yang ada di TKP pada saat kejadian," kata dia.
Selain itu, kata Beka, Komnas HAM pun masih harus merampungkan pemeriksaan 20 rekaman CCTV dari 27 titik yang sebelumnya ditunjukkan Puslabfor Polri dalam pemeriksaan di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2022).
Komnas HAM pun menggandeng ahli untuk mempelajari urutan waktunya.
Setelah semua itu lengkap, nantinya Komnas HAM akan memanggil Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi untuk mencocokannya.
Baca juga: Brigadir J Nangis saat Cerita ke Pacar Diancam akan Dibunuh Skuad Lama, Minta Vera Cari Penggantinya
"Karena Pak Ferdy Sambo ini juga salah satu saksi penting dari peristiwa yang ada," katanya.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik pun memastikan pihaknya akan memanggil Ferdy Sambo dan istrinya.
"Pasti (dipanggil), enggak mungkin enggak dipanggil," katanya, Selasa (2/8/2022).
Kendati demikian, Taufan mengatakan sebelum memanggil Putri pihaknya akan mengumpulkan bahan-bahan.
Taufan berharap agar hal tersebut tak menjadi suatu perdebatan.
Sebab, setiap lembaga memiliki mekanisme masing-masing.
"Tapi kan kita harus mengumpulkan bahan-bahan dulu. Saya merasa itu tidak perlu diperdebatkan. Ini soal cara satu lembaga, satu tim melakukan investigasi. Macam-macam cara bisa," ujarnya.
Taufan pun memastikan jika Komnas HAM akan memanggil Putri untuk dimintai keterangannya.
"Tim lain mungkin dengan cara lain silakan, dan kami punya cara sendiri. Tapi pasti akan kita mintai keterangan," ungkapnya.
Ia menambahkan setelah semua bahan-bahan terkumpulkan, selanjutnya Komnas HAM akan memanggil Putri.
"Setelah semuanya terkumpulkan (baru dipanggil)," ucap Taufan.
Rumah dan Istri Ferdy Sambo poin penting
Selain itu, Ahmad Taufan Damanik pun mengatakan rumah Ferdy Sambo menjadi titik krusial dalam pengungkapan kasus Brigadir J.
"Titik krusial itu di TKP (tempat kejadian perkara) atau di rumah yang diduga TKP itu," kata Taufan.
Begitu juga dengan istri Ferdy Sambo Putri Candrawathi.
Taufan mengatakan titik tumpu atau saksi hidup dari kasus dugaan pelecehan seksual dalam peristiwa tersebut adalah istri Ferdy Sambo.
Sebab saat kejadian, ajudan Sambo, Bharada E dan Bripka Ricky tidak menyaksikan insiden itu.
"Seluruh peristiwa ini titik krusialnya, tumpunya ada di Bu Putri (yang bisa) menjawab apakah (ada) tembak-menembak, siapa yang melakukannya, pelecehan seksual ini benar ada atau tidak. Saya kira itu," kata Taufan.
Taufan menuturkan saat ini Komnas HAM belum bisa bertemu dengan istri Sambo, lantaran masa sikologis dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum selesai.
"Dugaan pelecehan seksual yang ada siapa? Hanya Ibu Putri yang bisa memberikan keterangan, itupun kita belum ketemu dia. Karena masa sikologis dengan LPSK juga belum menyelesaikan prosedurnya," ujarnya.
Karena itu, Taufan menegaskan pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah kasus pelecehan seksual itu benar-benar terjadi.
"Maka bagaiamana kita menyimpulkannya? Belum bisa. Apakah itu benar terjadi atau tidak," ungkapnya.
Untuk informasi, Brigadir J tewas pada Jumat 8 Juli 2022 lalu.
Menurut pihak kepolisian, Brigadir J yang merupakan sopir istri Kadiv Propam Polri non-aktif Irjen Ferdy Sambo itu, tewas setelah baku tembak dengan ajudan Irjen Ferdy Sambo, Bharada E.
Masih menurut keterangan polisi, Brigadir J tewas ditembak lantaran akan melakukan pelecehan dan penodongan pistol kepada istri dari Irjen Ferdy Sambo.
Dalam kasus ini, pihak kuasa hukum menemukan sejumlah kejanggalan yang satu di antaranya adalah soal hasil autopsi yang dilakukan RS Polri Kramat Jati Jakarta Timur.
Menurut pengacara Kamaruddin Simanjuntak, di tubuh Brigadir J bukan hanya luka tembak yang diterima, melainkan adanya luka lain di bagian wajah, leher, ketiak, hingga kaki.
Hal ini yang menjadi dasar pihak keluarga meminta dilakukan autopsi ulang kepada jenazah Brigadir J.
Polri sendiri belakangan telah melakukan autopsi ulang.
Autopsi itu digelar di Jambi pada Rabu (27/7/2022) dengan melibatkan Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia.
Di samping itu, Brigadir J disebut-sebut sudah mendapat ancaman pembunuhan sejak Juni 2022.
Terkait ancaman pembunuhan itu didapatnya pada Kamis (7/7/2022) atau sehari sebelum dirinya tewas.
Sosok pengancam membunuh Brigadir J sebelum tewas sudah diidentifikasi.
Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Brigadir Jmenyebut sosok pengancam itu merupakan satu di antara sejumlah ajudan Kadiv Propam Polri non-aktif Irjen Ferdy Sambo dalam foto bersama.
Dalam foto tersebut, memang ada Brigadir J hingga Bharada E.
Namun, Kamaruddin berkeyakinan bukan Bharada E yang melakukan pengancaman pembunuhan tersebut.
"Orang yang mengancam ini saya sudah kantongi namanya. Kalau pernah lihat sejumlah foto yang mereka foto bersama itu salah satu yang mengancam itu ada dalam foto itu. Yang jelas bukan Bharada E," kata Kamaruddin saat dihubungi, Senin (25/7/2022). (Tribunnews.com/ Fersianus waku/ igman/ kompas.tv/ Nadia Intan Fajarlie)