TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek melakukan penanganan kasus dugaan pemaksaan penggunaan jilbab di satu SMA Negeri wilayah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Komisioner KPAI Retno Listyarti dan Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Girsang terjun dalam proses pengawasan kasus dugaan pemaksaan penggunaan jilbab itu.
Pada hari pertama, tim KPAI dan Itjen Kemendikbudristek melakukan pertemuan dengan ayah korban dan pendamping korban di kantor KPAID Yogyakarta.
Saat pertemuan, KPAI menanyakan kronologi peristiwa versi ayah korban dan juga kronologi pendampingan KPAID Yogyakarta dan LSM Sapu Lidi.
KPAI juga meminta perkembangan terbaru hasil assesmen psikologi anak korban pasca kejadian kasus dugaan pemaksaan penggunaan jilbab
"Secara singkat dapat kami sampaikan bahwa hasil psikologis pada lapis pertama sudah menunjukkan bahwa korban mengalami pukulan psikologis akibat peristiwa tanggal 18, 20, 25 dan 26 Juli yang dialaminya di sekolah," ujar Retno Listyarti melalui keterangan tertulis, Kamis (4/7/2022).
Tim Itjen Kemendikbudristek dan KPAI juga bertemu ayah dan ibu korban untuk menggali keterangan dan kronologi peristiwa.
Terutama versi ibu korban yang selalu melakukan percakapan via aplikasi pesan dan komunikasi lisan dengan anak korban.
"Keterangan Ibu korban didukung rekaman chattingan dengan anak korban, mulai dari korban mengikuti MPLS sampai peristiwa 26 Juli 2022 saat ibu korban menjemput anaknya ke sekolah karena menangis terus dan sempat mengurung diri di toilet sekolah," kata Retno Listyarti.
"Artinya ada hubungan antara peristiwa-peristiwa yang dialami korban di sekolah dengan kondisi psikologis korban”, tambah Retno Listyarti.
Selain itu, tim KPAI dan Itjen Kemendikbudristek juga melakukan pengawasan langsung ke sekolah anak korban.
Saat pengawasan, Tim meminta keterangan kepada pihak sekolah tentang kronologi peristiwa tanggal 18, 20, 25 dan 26 Juli 2022 versi sekolah. Hal ini dilakukan sebagai klarifikasi dan perimbangan informasi.
Tim mencatat dan mendalami keterangan dari kepala sekolah dan wakil kepsek bidang kurikulum, guru BK, dan wali kelas.
"Pada intinya, guru BK dan wali kelas memang mengakui ada peristiwa memasangkan jilbab pada anak korban di dalam ruang BK, namun dalihnya hanya sebagai tutorial," jelas Retno Listyarti.
Baca juga: Dugaan Pemaksaan Penggunaan Jilbab di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul, Kepala Sekolah: Itu Tutorial
KPAI dan Tim Itjen Kemendikbudristek juga sempat berkeliling kelas-kelas dan melihat lokasi-lokasi kejadian seperti di UKS, toilet, ruang BK, kelas, gazebo dan kantin sekolah.
Retno Listyarti mengatakan semua lokasi itu ada dalam cerita korban, orang tua dan para guru yang terkait.
Saat memasuki areal sekolah, Retno Listyarti melihat semua peserta didik perempuan yang sedang berolahraga menggunakan jilbab.
"Saat masuk kedua kelas semua anak perempuan memang berjilbab, begitupun ketika berkeliling sekolah dan menyapa para peserta didik," ungkap Retno Listyarti.
"Menurut keterangan kepala sekolah, memang siswi muslim di sekolah tersebut berjilbab meskipun tidak aturan sekolah wajib menggunakan jilbab," tambah Retno Listyarti
Baca juga: POPULER Regional: Siswi Bantul Depresi karena Dipaksa Berhijab | Guru Ngaji Cabuli 11 Murid
Pihak sekolah mengakui selebaran berupa panduan penggunaan seragam peserta didik putra dan putri di sekolah yang diperoleh KPAI melalui aplikasi WhatsApp.
Dalam panduan itu, terdapat ketentuannya menggunakan kemeja panjang dan rok atau celana panjang serta jilbab.
“Ketentuan seragam dan diperkuat dengan gambar, di sekolah anak korban tidak sesuai dengan ketentuan dari Permendikbud No 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam bagi peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan menengah," tutur Retno.
KPAI dan Itjen Kemendikbudristek akan bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Provinsi DIY untuk meminta keterangan penanganan kasus dan proses pemeriksaan pihak sekolah.