News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Beda Jalan KPK dengan Kejagung Adili Surya Darmadi, Buronan Kasus Korupsi Rp 78 Triliun

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosok Apeng Surya Darmadi, buronan KPK yang diduga kabur ke luar negeri membawa uang hasil kejahatannya sejumlah Rp 54 Triliun.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memburu pemilik PT Darmex Group/ Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng. 

Bahkan, KPK sudah tiga tahun mencari keberadaan Surya Darmadi alias Apeng, bos produsen minyak goreng dengan merek Palma itu. 

Kejagung dan KPK, kedua lembaga penegak hukum memiliki kepentingan yang sama, yakni mengadili Surya Darmadi alias Apeng atas kasus korupsi. 

Diketahui, Kejagung menetapkan Surya Darmadi alias Apeng sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group di Indragiri Hulu, Riau. 

Tak hanya itu, Kejagung juga menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Selain Apeng, dalam kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan, Kejagung juga menjerat Raja Thamsir Rachman selaku Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008.

Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menjelaskan kasus ini bermula saat Raja Thamsir Rahman menerbitkan izin lokasi dan usaha perkebunan di daerahnya pada lahan seluas 37.095 hektare kepada lima perusahaan anak usaha PT Duta Palma Group milik Surya Darmadi secara melawan hukum. 

Kelima perusahaan itu, yakni PT Panca Agro Lestari, PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, dan PT Kencana Amal Tani.

“Izin usaha lokasi dan izin usaha perkebunan dipergunakan oleh SD (Surya Darmadi) dengan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional (BPN),” kata Burhanuddin dalam keterangan pers melalui video, dikutip Sabtu (13/8/2022).

Surya Darmadi lalu diketahui telah memanfaatkan kawasan hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawit serta memproduksinya. 

Tak tanggung ulah korup Apeng diduga menimbulkan kerugian negara hingga mencapai Rp78 triliun.

“Membuka perkebunan kelapa sawit dan memproduksi sawit yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berdasarkan hasil perhitungan ahli dengan estimasi kerugian sebesar Rp78 triliun,” ujar Burhanuddin.

Secara nominal, kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi yang menjerat Surya Darmadi memang masih kalah dibanding skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ditaksir mencapai lebih dari Rp130 triliun. 

Namun, perlu dicatat, kerugian keuangan negara dalam skandal BLBI melibatkan sekitar 48 bank. 

Sementara, dugaan korupsi penyerobotan lahan di Riau hanya menyangkut Surya Darmadi dan sejumlah perusahaannya. 

Dengan demikian, dapat dikatakan, korupsi yang yang menjerat Apeng merupakan kasus korupsi dengan kerugian keuangan terbesar sepanjang sejarah di Indonesia.  
 
Apalagi, sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, Surya Darmadi sudah berstatus buronan KPK. 

Bahkan, status itu telah disandang Surya Darmadi sejak 2019 atau tiga tahun lalu. 

Baca juga: Ditjen Imigrasi Cegah Bos Duta Palma Group Surya Darmadi Alias Apeng ke Luar Negeri

KPK memasukkan nama Surya Darmadi dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan lantaran terus menerus mangkir dari pemeriksaan terkait kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014 yang menjeratnya sebagai tersangka. 

Dalam kasus itu, selain Surya Darmadi selaku pemilik Darmex Group, KPK juga menjerat Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta dan anak usaha PT Duta Palma Group, Duta Palma Satu.

Penetapan tersangka terhadap Surya Darmadi, Suheri Terta dan korporasi PT Palma Satu itu merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap alih fungsi hutan Riau yang sebelumnya menjerat Annas Maamun selaku Gubernur Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali Emas Manurung serta Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau, Edison Marudut Marsadauli Siahaan.

Apeng diduga bersama-sama Suheri Terta telah menyuap Annas Maamun selaku Gubernur Riau saat itu. 

Suap sebesar Rp3 miliar itu diberikan terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan. 

Suheri merupakan orang kepercayaan Apeng untuk mengurus perizinan terkait lahan perkebunan milik Duta Palma Group dan anak usahanya, termasuk PT Palma Satu.

Annas Maamun sendiri diketahui telah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, pada 21 September 2020 lalu atas perkara suap alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. 

Annas Maamun menjalani hukuman 7 tahun penjara dikurangi setahun karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Meski demikian, Annas Maamun masih menjadi tersangka KPK atas kasus dugaan suap kepada DPRD Riau terkait pembahasan RAPBD Perubahan tahun 2014 dan RAPBD tahun 2015. 

Annas telah menyandang status tersangka kasus ini sejak Januari 2015 dan kini telah divonis 1 tahun penjara serta denda Rp100 juta atas perbuatannya tersebut.

Gubernur Riau periode 2014-2019 Annas Maamun mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/3/2022). KPK resmi menahan Annas Maamun dengan dugaan menyuap Ketua DPRD Riau (2009-2014) Johar Firdaus, terkait pergeseran anggaran perubahan pembangunan rumah layak huni yang awalnya menjadi proyek di Dinas Pekerjaan Umum diubah menjadi proyek yang dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) dan pemberian sejumlah uang melalui beberapa perwakilan anggota DPRD dengan jumlah sekitar Rp900 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sementara Suheri Terta sempat divonis bebas Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu pada 9 September 2020 lalu. 

Majelis hakim menyatakan Suheri Terta tidak terbukti menyuap mantan Gubernur Riau Annas Maamun melalui pengusaha Gulat Manurung terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

Beruntung, kasasi yang diajukan KPK dikabulkan Mahkamah Agung pada 30 Maret 2021. 

Dalam putusannya, Mahkamah Agung (MA) memutuskan memvonis Suheri Terta dengan hukuman 3 tahun pidana pidana penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sedangkan Surya Darmadi sendiri hingga kini tak diketahui rimbanya. 

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka Kejagung, nama Surya Darmadi alias Apeng sempat santer di media sosial dan disebut berada di Singapura. 

Namun, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Singapura menyebut Surya Darmadi tidak ada dalam catatan keimigrasian mereka. 

"Menurut catatan Imigrasi kami, Surya Darmadi saat ini tidak berada di Singapura," kata Kemenlu Singapura yang dikutip dari keterangan resminya, Jumat (5/8/2022).

Kemenlu Singapura berjanji akan membantu Indonesia untuk mencari keberadaan Surya Darmadi. 

Bantuan itu akan diberikan jika pemerintah Indonesia mengajukan permintaan resmi ke Singapura.

"Jika Indonesia mengajukan permintaan resmi ke Singapura dengan informasi pendukung yang diperlukan, Singapura akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada Indonesia, dalam lingkup hukum dan kewajiban internasional kami," ujar Kemenlu Singapura.

KPK hingga kini meyakini Surya Darmadi berada di luar negeri. 

"Bisa dipastikan KPK yang bersangkutan (Apeng) tidak ada di Indonesia," ucap Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Untuk keberadaan Surya Darmadi, Nawawi mengakui pihaknya tidak tahu-menahu. 

Nawawi juga tidak memberikan penjelasan lebih lanjut soal upaya pengejaran terhadap Apeng.

"Kita pastikan dia tidak ada di Indonesia," kata Nawawi.

Baca juga: Kejagung RI Koordinasi dengan Kejagung Singapura Pulangkan Bos Palma Group Surya Darmadi

Terlepas perdebatan mengenai keberadaan Surya Darmadi, KPK dan Kejagung mengambil sikap yang berbeda dalam mengadili orang terkaya ke-28 di Indonesia menurut Majalah Forbes tahun 2018 tersebut. 

Kejagung berkukuh mengadili Surya Darmadi secara in absentia atau persidangan tanpa dihadiri terdakwa. 

Pada prinsipnya, in absentia merupakan peradilan tanpa dihadiri oleh terdakwa. 

Pelaksanaan in absentia dalam perkara korupsi dan pencucian uang diatur dalam Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan Pasal 79 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

Kedua pasal itu menyatakan, "Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya."
 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah, menjelaskan proses hukum secara in absentia ditempuh karena sampai saat ini penyidik belum dapat menghadirkan Surya Darmadi. 

Penyidik telah melakukan pemanggilan secara patut sebanyak tiga kali terhadap tersangka.

Surat panggilan tersebut telah dikirimkan ke alamat rumah tinggalnya yang ada di Jakarta, lalu ke alamat kantor Duta Palma Group di Palma Tower, Pondok Pinang, Jakarta Selatan, termasuk tempat tinggalnya di Singapura.

Merespons pernyataan Kemenlu Singapura yang menyebut Surya Darmadi tidak berada di negara itu, Febrie mengatakan pihaknya melalui Atase Kejaksaan di Singapura masih melakukan pembicaraan. 

Penyidik Jampidsus Kejagung masih melakukan proses pencarian buronan Surya Darmadi.

“Posisinya yang jelas penyidik masih mencari itu, namanya buron kan. Tidak di Singapura, tapi di tempat lain juga sedang dicari penyidik,” tutur Febrie.

Menurut dia, persidangan in absentia akan digelar jika pihaknya gagal menghadirkan Surya Darmadi ke Indonesia. 

Ini juga terkait dengan batasan waktu proses penyidikan yang dilakukan penyidik Gedung Bundar.

Ia menegaskan, mekanisme persidangan in absentia tidak akan menghilangkan kesempatan jajaran Kejagung untuk memulangkan Surya Darmadi ke Tanah Air. 

Untuk itu, putusan persidangan tersebut menjadi kekuatan hukum lebih kuat untuk mengkestradisi terdakwa.

Selain itu, kata Febrie, persidangan in absentia juga tidak menghalangi kejaksaan dalam upaya pemulihan aset. 

Justru, Surya Darmadi bakal merugi bila persidangan in absentia dilaksanakan karena tidak dapat membela diri. 

“Kalau sudah in absentia malah dia (Surya) yang rugi, dia kan tidak bisa melakukan pembelaan secara sempurna, in absentia kan kami sidangkan tanpa dia, tujuan kami adalah memang nanti akan kami rampas asetnya,” sebut Febrie.

Baca juga: Kejaksaan Agung Siapkan Skenario Persidangan In Absentia untuk Bos Duta Palma Group Surya Darmadi 

Upaya Kejagung dalam menyidangkan Surya Darmadi secara in absentia dan merampas asetnya bukanlah lips service. 

Kejagung diketahui telah memblokir seluruh rekening operasional perusahaan pada PT Duta Palma Group. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menuturkan bahwa rekening operasional yang diblokir yakni pada PT Seberida Subur, PT Panca Agro Lestari, PT Palma Satu, PT Banyu Bening Utama, serta PT Kencana Amal Tani. 

Perusahaan tersebut merupakan anak usaha dari PT Duta Palma Group.

“Rekening-rekening tersebut terdapat pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Central Asia,” kata Ketut dalam keterangannya, Selasa (9/8/2022).

Tak hanya itu, Kejagung juga telah menyita 23 aset Surya Darmadi di berbagai lokasi. 

Puluhan aset itu terdiri dari delapan bidang perkebunan sawit milik sejumlah anak usaha Duta Palma Group di Indragiri Hulu, 12 bidang tanah dan bangunan di sejumlah lokasi di Kebayoran Lama dan dan Setiabudi, Jakarta Selatan, serta tiga unit apartemen di tiga lokasi berbeda di Jakarta Selatan. 

Selain itu, tim jaksa penyidik Kejagung telah menggeledah sedikitnya 10 lokasi di Riau yang berkaitan dengan kasus ini, baik kantor perusahaan milik Duta Palma Group maupun Pemkab Indragiri Hulu.

Berbeda halnya dengan Kejagung yang bakal memproses secara in absentia, KPK memilih untuk tetap berupaya mencari dan menyeret Surya Darmadi ke pengadilan di Indonesia. 

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan alasan pihaknya enggan menempuh opsi in absentia. 

Dikatakannya, perkara korupsi Surya Darmadi yang ditangani KPK menyangkut pasal suap. 

Penggunaan pasal tersebut tidak menyangkut kerugian keuangan negara. 

Hal ini berbeda dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor yang menyangkut kerugian keuangan negara yang diterapkan Kejagung terhadap Surya Darmadi.

"Kami tidak berbicara mengenai kerugian keuangan negara tentunya. Nah in absentia itu bisa dilakukan kalau kemudian ujungnya ada perampasan hasil tindak pidana korupsi yang ditimbulkan, hasil kerugian keuangan negara yang tadi itu. Artinya, ketika kemudian diputus oleh pengadilan memang kemudian optimalisasi asset recovery bisa dilakukan ketika pada pasal 2, pasal 3," kata Ali.

Sedangkan dalam pasal suap, Ali mengatakan yang akan dituntut dengan uang pengganti hanya penerima suap.

"Berbeda dengan pasal suap, apalagi pemberi suap yang kemudian dituntut untuk uang pengganti ini kan penerima suap karena dia menikmati sebagai koruptor yang menikmati dan menerima, maka kemudian dirampasnya dengan cara uang pengganti, dituntut uang pengganti," kata Ali.

"Tetapi untuk pemberi apakah kemudian uangnya dikembalikan, tentunya tidak. Ini yang kemudian KPK sejauh ini tidak mengambil opsi in absentia karena pasal-pasalnya, pasal suap, berbeda dengan pasal 2, pasal 3 yang itu bisa dilakukan penyitaan aset kemudian ketika diputus di pengadilan bisa dilakukan eksekusi dan sebagainya," kata Ali menambahkan. 

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menunjukkan tersangka beserta barang bukti saat konferensi pers terkait OTT Kutai Timur di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/7/2020). KPK resmi menahan Bupati Kutai Timur Ismunandar, Ketua DPRD Kutai Timur yang juga Istri Bupati Encek Unguria, Kadis PU Kutai Timur Aswandini, Kepala Bapenda Kutai Timur Musyaffa, Kepala BPKAD Kutai Timur Suriansyah, Kontraktor Aditya Maharani, dan Decky Aryanto terkait dugaan kasus korupsi dalam bentuk penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Kutai Timur tahun 2019-2020. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, sejauh ini pihaknya belum membicarakan opsi in absentia. 

Selain terkait pasal suap, Nawawi khawatir dengan peradilan in absentia terhadap Surya Darmadi muncul anggapan publik KPK ingin menempuh jalan pintas terhadap tersangka korupsi lain yang masih buron.  

"Khawatirnya juga nanti lama-lama dibilang di luaran dibilang nanti setiap DPO kita in absentia begitu untuk cari jalan pintas biar sekalian DPO terhapus dari daftarnya," kata Nawawi. 

Meski berbeda jalan yang ditempuh, KPK memastikan terus berkoordinasi dengan Kejagung dalam memproses hukum Surya Darmadi. 

Bahkan, Nawawi mengaku sudah bertemu dengan Febrie dan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Supardi. 

"Kita ngobrol soal itu dan mereka memang membuka kemungkinan untuk mengadili Surya Darmadi secara in absentia dengan argumen argumen yang disampaikan dan itu kami kira cukup beralasan," katanya. 

Apa pun jalan yang ditempuh kedua lembaga penegak hukum diharapkan berorientasi pada proses hukum yang adil, transparan, dan mengutamakan kepentingan publik. 

Lebih jauh dari itu, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dapat terus berjalan maksimal. 

Apalagi, mengingat dalam kasus korupsi Surya Darmadi yang ditangani Kejagung terdapat kerugian keuangan negara yang mencapai Rp78 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini