Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) ironi karena terjadi di dunia pendidikan di mana kita berharap dunia pendidikan mampu mencetak ilmu dan kader-kader bangsa yang diharapkan bisa memberantas dan juga mencegah korupsi.
Manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan, kata dia, menjadi pintu awal manipulasi-manipulasi berikutnya.
Kader-kader bangsa yang diharapkan dapat dididik di lembaga pendidikan yang harapannya ke depan menjadi bangsa pemberantasan korupsi kemudian menjadi tidak memiliki harapan.
KPK, kata dia, melalui penindakan telah menangani berbagai modus perkara di sektor pendidikan baik melalui strategi pencegahan telah mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan mulai dari rekrutmen mahasiswa baru.
Selain itu, kata dia, KPK telah melakukan kajian dan menilai bahwa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan dan kurang berkepastian.
Namun demikian, kata dia, KPK memahami jalur mandiri adalah jalur afirmasi untuk mahasiwa atau calon mahasiswa baru dengan kebutuhan khusus misalnya daerah tertinggal, mahasiswa yang tidak mampu, dan lain-lain bertujuan mulia.
"Namun, karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan, dan tidak terukur maka kemudian menjadi tidak akuntabel. Karena tidak akuntabel maka kemudian menjadi celah tindak pidana korupsi," kata Ghufron saat konferensi Pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta pada Minggu (21/8/2022).
Oleh karena itu, kata dia, KPK berharap ke depan proses rekrutmen baik jalur mandiri atau jalur afirmasi yang lain harus diperbaiki agar lebih terukur, akuntabel, dan partisipatif supaya masyarakat bisa turut mengawasi.
Baca juga: Rektor Unila Diduga Terima Rp100 juta sampai Rp350 Juta Per Calon Siswa Agar Lolos Via Jalur Mandiri
"Mudah-mudahan kejadian ini untuk dunia pendidikan tinggi mudah-mudahan kejadian terakhir dan kami tidak berharap untuk adanya tidak pidana korupsi lebih lanjut di dunia pendidikan tinggi," kata dia.
Sebelumnya KPK menetapkan empat orang tersangka terkait dugaan suap dalam proses penerimaan calon mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) tahun 2022.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan operasi tangkap tangan dimulai dari adanya laporan masyarakat yang diterima KPK terkait dugaan korupsi pada penerimaan mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2022.
Pada Jumat (19/8/2022) sekitar pukul 21.00 WIB Tim bergerak ke lapangan, dan menangkap serta mengamankan beberapa pihak yang diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi di Lampung, Bandung, dan Bali.
Adapun pihak yang ditangkap di Lampung adalah Mualimin (ML), Helmy Fitriawan (HF), dan Heryandi (HY) beserta barang bukti uang tunai sebesar Rp 414.500.000, selip setoran deposito di salah satu bank sebesar Rp 800 juta, dan kunci save deposit box yang diduga berisi emas yang setara dengan Rp 1,4 miliar.
Kemudian pihak yang ditangkap di Bandung adalah Karomani (KRM), Budi Sutomo (BS), Muhammad Basri (MB), dan Adi Triwibowo (AT) beserta barang bukti kartu ATM dan buku tabungan sebesar Rp 1,8 miliar.
Sementara itu, pihak yang ditangkap di Bali adalah Andi Desfiandi (AD).
Pihak-pihak dan barang bukti selanjutnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dirinya mengatakan dengan telah dilakukannya pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, dan berlanjut ke tahap penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka.
"Pertama, KRM (Karomani), Rektor Universitas Lampung Periode 2020-2024," kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta pada Minggu (21/8/2022).
Kedua, kata dia, Heryandi yang merupakan Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Universitas Lampung.
Baca juga: Rektor hingga Wakil Rektor Unila Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap PMB 2022, Barbuk Rp 3,8 M
Ketiga, Muhammad Basri, yang merupakan Ketua Senat Universitas Lampung.
Keempat, Andi Desfiandi yang merupakan pihak swasta.
Atas perbuatan tersebut para tersangka disangkakan melanggar sejumlah pasal.
Pertama, Andi Desfiandi, selaku pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 (a) atau pasal 5 ayat 1 (b) atau pasal 13 UU 31/1999 jo 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kedua, Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri selaku penerima disangkakan melanggar pasal 12 (a) atau pasal 12 (b) atau pasal 11 UU 31/1999 jo 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 kesatu.