TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa angkat bicara terkait dengan ucapan “amplop kiai” yang dinilai oleh sejumlah pihak telah mencemarkan nama baik kiai dan pesantren.
Ucapan tersebut membuat tiga pimpinan Majelis DPP PPP meminta Suharso Monoarfa mundur dari kursi Ketua Umum. Desakan tersebut tertuang dalam sebuah surat tertanggal 22 Agustus 2022.
Suharso mengaku belum menerima secara fisik surat tersebut. Selain itu desakan mundur melalui surat yang disampaikan itu tidak ada dalam mekanisme partai.
Ia menganggap surat tersebut sebagai permintaan untuk klarifikasi atau tabayun.
“Secara fisik itu surat saya belum terima. Tapi saya lihat sudah beredar di masyarakat. Kedua, mekanisme itu tidak dikenal di partainya. Ketiga, saya memahaminya sebagai permintaan tabayun, untuk dijelaskan,” kata Suharso di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (25/8/2022).
Suharso menjelaskan bahwa pidatonya mengenai amplop kiai yang beredar tersebut telah dipotong sehingga keluar dari konteks dan salah dipahami. Padahal pidato tersebut kata Suharso berkesinambungan.
“Jadi, kemudian pidato saya dipotong, sedemikian rupa, keluar dari konteks, diviralkan. Itu yang tidak fair menurut saya,” katanya.
Menurut Suharso pidatonya tersebut untuk mengingatkan dan mengedukasi budaya anti korupsi.
Terlebih ia merupakan salah satu ketua Stranas pencegahan korupsi.
Baca juga: Soal Ucapan Amplop di Acara KPK, PPP Sebut Suharso Monoarfa Segera Temui para Ulama dan Kiai
Suharso mengatakan dalam pidato tersebut sebenarnya ia mencontohkan budaya anti korupsi dalam konteks politik.
Pidato tersebut melanjutkan pidato yang disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
“Saya hadir sebagai pengurus politik dan dalam waktu menjelang pemilu. Sementara pak Nurul Ghufron mengingatkan PPP itu adalah partai yang berdasarkan ketuhanan yang maha m esa. Harus diingat bahwa PPP mengenal manusia pada waktu lahir itu kan menjadi abdun dan menjadi khalifah, jangan semua serba uang, tapi tampaknya PPP itu ragu sehingga jangan sampai sebagai partai yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa itu diganti menjadi keuangan yang kuasa,” katanya.
“Jadi itu peringatan keras yang luar biasa. Itu saya coba sampaikan, konteksnya itu,” kata Suharso.
Hanya saja pidato pada Forum Pendidikan Anti Korupsi yang diselenggarakan KPK pada 15 Agustus lalu itu dibiaskan sehingga mengakibatkan orang salah memahaminya.
“Jadi tidak ada maksud saya tidak menghormati kiai sama sekali. Ini partai persatuan pembangunan itu kan didirikan para ulama,” pungkasnya.