TRIBUNNEWS.COM - Irjen Napoleon Bonaparte minta dibebaskan dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terdakwa kasus dugaan penganiayaan terhadap Muhammad Kece itu menyampaikan permohonan saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun alasan Napoleon Bonaparte meminta dibebaskan karena menurutnya dakwaan jaksa tidak terbukti di dalam persidangan.
Sebagai informasi, vonis bebas dijatuhkan apabila hakim menyatakan dakwaan jaksa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
“Menjatuhkan putusan bebas karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana pasal-pasal dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” ujarnya di ruang sidang 4 PN Jaksel, Kamis (25/8/2022), dilansir Kompas.com.
Napoleon Bonaparte juga menyebut, dari delapan saksi yang berada di lokasi dugaan penganiayaan, yakni Rutan Bareskrim Mabes Polri, hanya Muhammad Kece yang menyatakan dirinya melakukan pemukulan.
“(Tujuh saksi lain) menyatakan hal yang tidak sejalan dengan apa yang disampaikan saksi Kece,” jelas Napoleon.
Sebut Surat Tuntutan JPU Keliru
Saat membacakan pledoi, Napoleon Bonaparte juga menanggapi tuntutan satu tahun penjara oleh JPU.
Ia menilai, surat tuntutan JPU terhadap dirinya keliru atau tidak tepat.
Menurut Napoleon, tuntutan itu tidak memenuhi syarat objektif maupun syarat subjektif.
"Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut keliru atau tidak tepat dan tidak memenuhi syarat objektif maupun syarat subjektif untuk menjatuhkan pidana," katanya, Kamis, seperti diberitakan Tribunnews.com.
Baca juga: Pledoi Napoleon Singgung Tuntutan Jaksa, Sebut Abai pada Psikologis Umat Islam Soal Penistaan Agama
Dengan demikian, tuntutan atas Pasal 351 KUHP Juntco Pasal 55 KUHP dengan ancaman 1 tahun penjara dinilainya mengada-ada.
Napoleon Bonaparte pun memohon agar majelis hakim membatalkan tuntutan satu tahun penjara dalam kasus ini.
Singgung soal Penistaan Agama
Napoleon Bonaparte juga berseloroh jika putusan itu akan membuat semakin banyak pelaku penistaan agama.
Ia lalu mengambil contoh seperti yang dilakukan Pendeta Syaifudin Ibrahim, Paul Zhang, dan lainnya.
"Apakah Jaksa Penuntut Umum kurang memahami bahwa mendakwa dan menuntut hukuman pidana kepada terdakwa dalam perkara ini hanya akan membuat para pembenci agama Islam semakin merajalela untuk melakukan aksinya di masa mendatang," beber dia, Kamis, dilansir Tribunnews.com.
Baca juga: Minta Bebas, Napoleon Bonaparte Minta Hakim Tolak Tuntutan Jaksa atas Kasus Penganiayaan M Kece
Sebelumnya, jaksa mendakwa Irjen Napoleon Bonaparte melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP.
Kemudian dakwaan subsider-nya, yakni Pasal 170 ayat (1), atau Pasal 351 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, dan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Napoleon Bonaparte bersama tahanan lainnya, yaitu Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, Himawan Prasetyo, dan Harmeniko alias Choky alias Pak RT disebut melakukan penganiayaan terhadap M Kece.
Penganiayaan itu terjadi di dalam sebuah sel Rutan Bareskrim Polri pada 26 Agustus 2021 lalu.
Jaksa menuntut Napoleon Bonaparte dihukum 1 tahun penjara.
Baca juga: Napoleon Bonaparte Lumuri Kotoran Manusia ke Muka M Kece, JPU: Diingat Saksi Seumur Hidup
Menurut Jaksa, dugaan penganiayaan Napoleon mengakibatkan Muhammad Kece mengalami luka-luka.
Napoleon Bonaparte sempat mengakui kesalahannya atas tindakannya melakukan penganiayaan dengan melumuri kotoran ke wajah M Kece.
Menurutnya, tindakan melumuri wajah orang lain dengan kotoran manusia juga mengganggu kondisi hingga melukai perasaan.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Fandi Permana) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)