Hal itu sekaligus menjawab pertanyaan soal pemimpin sidang etik Ferdy Sambo pada Kamis (25/8/2022) kemarin.
Di mana sidang etik tersebut dipimpin oleh Kabaintelkam Polri Komjen pol Ahmad Dofiri dan bukan oleh Perwira Tinggi (Pati) Polri lainnya termasuk Wakapolri.
Hanya saja, Dedi belum memberikan keterangan lebih detail perihal mekanisme sidang banding nantinya.
Baca juga: Cerita Kapolri Jenderal Listyo Sigit saat Bertemu Dua Tersangka Pembunuhan Berencana Brigadir J
Mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu hanya memastikan kalau upaya banding yang ditempuh oleh Ferdy Sambo merupakan langkah terakhir.
Sebab kata dia, tidak ada lagi upaya yang lebih tinggi dalam hal ini peninjauan kembali (PK) jika nantinya banding sudah diputuskan.
"Khusus untuk kasus irjen FS, banding adalah keputusan final dan mengikat. tidak berlaku itu, tidak berlaku pak. jadi keputusan banding adalah keputusan final dan mengikat. tidak ada upaya hukum lagi," tukas dia.
Untuk informasi, Brigadir J tewas setelah ditembak di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Terkait itu, Timsus Polri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam pusaran kasus pembunuhan Brigadir J.
Kelima orang itu adalah Irjen Ferdy Sambo, istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawati, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuwat Maruf.
Baca juga: Kuat Maruf, ART Ferdy Sambo yang Ancam Brigadir J, Berniat Kabur Setelah Diumumkan Jadi Tersangka
Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP.
Sedangkan, Ferdy Sambo, Putri Chandrawati, Bripka Ricky Rizal dan Kuwat Maruf dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Ketiganya mendapat ancaman hukuman lebih tinggi dari Bharada E, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati. (tribun network/tfh/Tribunnews.com/Kompas.com)