TRIBUNNEWS.COM – Tersangka utama pembunuhan Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo melakukan upaya banding setelah dipecat dari Polri.
Komisi etik Polri memutuskan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan sebagai anggota Polri pada pekan lalu.
Sedangkan eks Kadiv Propam Polri dan Kepala Satgasus itu merupakan tersangka dalang pembunuhan Brigadir J yang juga anak buahnya sendiri.
Menanggapi upaya Ferdy Sambo tersebut, mantan Kabareskrim Susno Duadji mengatakan kecil kemungkinan upayanya bakalan tercapai.
Susno menjelaskan, kejahatan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo tergolong berat ancamannya seumur hidup hingga ancaman mati.
Baca juga: Terungkap, Sidang Etik Ferdy Sambo Sempat Berlangsung Tegang, 5 Jenderal Polisi Cecar Para Saksi
"(Ferdy Sambo ajukan) banding boleh-boleh saja, haknya, kemudian banding harus diajukan minimal tiga hari setelah putusan, maka banding tertulis harus sudah dimasukkan kepada komisi kode etik untuk dipelajari.
"Kalau menurut saya, banding walaupun adalah hak dia (Ferdy Sambo), itu ya percuma."
"Karena ada klausa lebih kode etik itu bahwa banding itu ditolak itu untuk pelanggaran-pelanggaran kode etik yang sekaligus merupakan pelanggaran pidana yang diancam dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih."
"Sedangkan Ferdy Sambo diproses tindak pidana dengan sangkaan pembunuhan berencana pasal 340 dan pembunuhan tidak berencana pasal 338 itu ancaman maksimalnya hukuman mati, hukuman seumur hidup atau hukuman 20 tahun penjara."
"Jadi walaupun diajukan banding, saya yakin itu bandingnya pasti ditolak oleh Mahkamah Kode Etik Polri."
"Jadi penting apa tidak ya hak dia, (karena) prediksinya ditolak karena ada pasal yang mengatakan bahwa untuk yang diancam dengan pidana lima tahun, yaitu ditolak," jelas Susno dikutip dari Kompas Tv, Minggu (28/8/2022).
Sebagaimana diketahui, pasal yang disangkakan kepada Ferdy Sambo itu berat.
"Pasal yang diancam dengan sanksi yang berat semua, itu melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman di atas lima tahun."
Baca juga: Pakar Hukum Nilai Tepat Hukuman Ferdy Sambo Dipecat dari Polri
"Kemudian melakukan pelanggaran-pelanggaran lain seperti merekayasa perkara, memberi keterangan bohong dan lain-lain," sambung Susno.
Pasal-pasal tersebut memberikan sanksi yang cukup berat kepada Ferdy Sambo.
"(Sanksi tersebut) satu direkomendasi untuk diberhentikan dari dinas Polri dengan tidak hormat."
"Yang kedua ditempatkan di dalam tempat khusus atau sama dengan ditahan, kemudian ketiga dinyatakan bersalah," jelas Susno.
Dengan pertimbangan ini, Susno meyakini bahwa banding yang diajukan Ferdy Sambo akan ditolak.
"Kemudian ditinjau dari sosiologi itu tidak adil, kalau diterima akan bertentangan rasa keadilan masyarakat dan akan menjatuhkan wibawa Polri juga."
"Saya kira, tidak bisa. Kalau pun Polri mengabulkan proses bandingnya, ya dikabulkan, tetapi (yang pasti) permintaan atau putusan yang akan dijatuhkan tidak akan berubah," jelas Susno.
Baca juga: 30 Jaksa Ditunjuk dalam Persidangan Ferdy Sambo Nanti, Tinggal Tunggu Berkas Perkara Lengkap
Sementara Pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyoroti sanksi pemecatan terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (FS).
Menurutnya tindakan yang dilakukan jenderal bintang dua itu masuk kategori perbuatan tidak baik.
Sehingga patut dihukum maksimal.
"Dengan putusan pemberhentian tidak dengan hormat artinya perbuatan FS dalam konteks profesi sudah perbuatan paling keji sehingga dihukum, diberhentikan dengan tidak hormat," kata Fickar kepada wartawan, Minggu (28/8/2022).
Fickar juga menyebut sidang etik yang digelar Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk mengadili prilaku sehubungan dengan profesi atau pekerjaan seorang anggota Polri.
Ia menilai bahwa sanksi pemecatan terhadap Ferdy Sambo sudah tepat.
"Soal tepat tidaknya fakta yang sudah terjadi dan dipandang oleh dewan etik adalah perbuatan paling tidak etis. Artinya sudah tepat hukuman yang diberikan kepada Ferdy Sambo," ujarnya.
Saat ini, kata Fickar, masyarakat tinggal menunggu persidangan untuk mengadili Sambo dan empat tersangka lain dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Tinggal menunggu persidangan pidana mengadili perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidana pembunuhan dengan rencana (Pasal 340 kuhp) jo Pasal 338 jo Pasal 55 jo 56 KUHP," jelasnya.
Sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo telah diputuskan dipecat atau disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam sidang etik atas kasus tewasnya Brigadir J.
Terkait dengan putusan Komite Kode Etik Polri (KKEP) tersebut, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen pol Dedi Prasetyo mengatakan, Ferdy Sambo akan diberhentikan sebagai anggota Korps Bhayangkara langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Betul (diberhentikan oleh Jokowi, red) karena yang bersangkutan Pati (Perwira Tinggi Polri)," kata Dedi saat dikonfirmasi awak media, Jumat (26/8/2022).
Dedi menyatakan, hal itu didasari karena dalam pengangkatan seorang Pati Polri didasarkan oleh Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 tahun 2002 pasal 29 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Banding Ferdy Sambo
Sedangkan Kuasa Hukum Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Arman Hanis menyampaikan kliennya telah melayangkan banding atas putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan sebagai anggota Polri.
Arman menyatakan banding itu dilayangkan melalui pendampingnya Ferdy Sambo dari Divisi Hukum (Divkum) Polri.
"Sudah diajukan oleh pendamping beliau dari Divkum Polri," kata Arman saat dikonfirmasi awak media, Minggu (28/8/2022).
Baca juga: Kapolri Beri Tanggapan soal Pengajuan Banding Ferdy Sambo seusai Dipecat dari Polri: Kita Lihat Saja
Kendati demikian, Arman tidak menyampaikan tanggal detail perihal pelayangan banding tersebut.
Dirinya hanya memastikan kalau memori banding dari kliennya belum disampaikan.
Sebab jika mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol), Ferdy Sambo memiliki waktu paling lambat 21 hari sejak pengajuan banding.
"Memori (banding) belum, dalam Perpol diatur paling lambat 21 hari sejak menyatakan banding," ucap dia.
Arman juga belum mau berbicara banyak terkait pengajuan banding tersebut.
"Dalam sidang Kode Etik yang mendampingi dari Divkum Polri, silahkan ditanyakan ke Divkum ya," tukas dia.
Ferdy Sambo secara resmi dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat dari Polri melalui sidang kode etik.
Terkait itu, Ferdy Sambo mengajukan banding atas hasil putusan sidang kode etik tersebut.
"Namun mohon izin sesuai dengan pasal pasal 69 Perpol 7 tahun 2022 izinkan kami untuk mengajukan banding," kata Ferdy Sambo dalam persidangan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022) dini hari.
Ferdy juga mengakui kesalahannya terkait menjadi otak pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Mohon izin ketua KKEP bagaimana kami sampaikan dalam proses persidangan, kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami lakukan terhadap institusi Polri," jelasnya.
Meski begitu, Ferdy menyebut dirinya akan menerima hasil keputusan banding yang dia ajukan.
"Apapun keputusan banding kami siap untuk melaksanakan," ucapnya.
Eks Kadiv Propam itu mempunyai waktu 3 hari untuk mengajukan banding secara tertulis sesuai aturan yang ada.
"Yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 69 yang bersangkutan dikasih kesempatan untuk menyampaikan banding secara tertulis 3 hari kerja," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (26/8/2022) dini hari.
Dedi menerangkan Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) mempunyai waktu 21 hari untuk menanggapi banding yang diajukan Ferdy Sambo.
Lebih lanjut, Dedi menyebut Ferdy Sambo akan menerima hasil putusan banding yang diajukan dirinya.
"Keputusannya apakah keputusannya tersebut sama dengan keputusan yang disampaikan pada hari ini, atau ada perubahan. Yang jelas yang bersangkutan sudah menerima apapun keputusan yang akan diambil oleh sidang banding nantinya," ucapnya. (Tribunnews.com)