TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke bantuan sosial (bansos) tambahan.
Hal ini lantaran subsidi BBM atau energi makin membengkak dan subsidi BBM tidak tepat sasaran karena masih banyak orang mampu yang ikut menikmatinya.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengakui keputusan tersebut sudah tepat, asalkan data pemerintah soal masyarakat miskin penerima bansos sesuai sasaran.
“Boleh saja asal datanya benar, itukan persoalan data. Waktu terakhir Kemensos printing data itu waktu awal Covid, saya kebetulan berkali-kali ketemu Bu Mensos, saya gak tau sekarang apakah sudah ada data baru, karena data gak boleh salah, karena kalau salah itu orang tidak berhak akan dapat,” kata Agus saat dihubungi, Rabu (31/8/2022).
Menurut Agus syarat yang ditetapkan pemerintah kepada calon penerima bansos tambahan sudah tepat, namun harus dikontrol sebaik mungkin karena tipikal masyarakat Indonesia itu ada yang suka menipu.
Lebih lanjut Agus mengagakan, bagaimana caranya pemerintah mengetahui seseorang itu gajinya di bawah Rp 3,5 juta. Olehnya itu, harus ada data-data terbaru dari Pemerintah agar bansos tambahan ini tidak salah sasaran.
“Datanya yang di Kementerian Sosial itu harus benar, saya belum sempat hubungi Bu Mensos. Syarat-syarat memang harus begitu tapi datanya ada gak, dari mana kita mau tau gajinya Rp 3,5 juta kan orang Indonesia hobi menipu. Yang penting dapat duit gratis langsung nipu semua,” ucapnya.
Baca juga: Adian Napitupulu Minta Pemerintah Evaluasi Subsidi BBM karena Dinilai Salah Sasaran
Saat ditanya soal besaran bansos tambahan yang diterima oleh masyarakat, Agus tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena jika bantuan tersebut digunakan untuk kebutuhan gizi anak maka akan tercukupi, tetapi jika digunakan untuk hal lain pasti orang-orang berpendapat jumlahnya kecil.
“Yang besaran mau berapa saja itu akan kurang, itukan tujuan pemerintah adalah memberikan bantuan agar yang miskin tidak tambah miskin gitu ya, misalkan apakah Rp 150 ribu itu nambah biaya gizi makan anak-anak dan dia sendiri atau buat beli rokok, siapa yang bisa kontrol?,” ujarnya.
Terkait dengan rencana kenaikan harga BBM, Agus Pambagio juga menyadari betul BBM subsidi yang disiapkan pemerintah kepada rakyat kurang mampu ternyata ikut dinikmati oleh orang mampu, dan hal tersebut sudah berlangsung sejak lama tanpa ada teguran atau hukuman dari pemerintah kepada mereka.
“Ya memang dari dulu kaya gitu, tapi tidak ada tindakan hukum ke mereka. Sekarang ini kalau ada disparitas harga selalu akan begitu, karena kalau disparitas harga itu bisa karena yang dapat bukan yang berhak,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menilai kebijakan pemerintah mengalihkan anggaran subsidi BBM menjadi bantuan sosial untuk masyarakat tidak mampu sudah tepat. Bansos tersebut diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat.
"Dari awal kami sudah menyampaikan bahwa ada baiknya pola dan mekanisme pemberian subsidi dialihkan dari produk ke penerima. Ini (bansos) salah satu kebijakan pemerintah yang tepat agar pemberian subsidi diberikan kepada yang butuh dan berhak," kata Eddy.
Dia menuturkan, Komisi VII DPR mendukung pengalihan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah rencana pemerintah menyesuaikan harga BBM. Kendati demikian, saat pengalihan anggaran subsidi BBM menjadi bansos, ada hal yang bisa pemerintah lakukan.
"Untuk menjadikan subsidi tepat sasaran, perlu merevisi Perpres 191/2014, sehingga ada payung hukum yang jelas untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima subsidi. Itu perlu disegerakan dan kami siap untuk melakukan pengawasan dan pengawalan pelaksanaan revisi perpres tersebut," pungkas Eddy.