TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro menilai sistem bantuan sosial (bansos) langsung dan tepat sasaran, dinilai lebih relevan.
Hal ini tentu ketimbang memberikan suntikan subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) dalam jangka panjang.
Bambang juga mengatakan, subsidi BBM sudah membengkak mencapai Rp 502 triliun. Sehingga, tak menutup kemungkinan bisa terus bertambah hingga akhir tahun.
’’Kita sebaiknya menatap ke depan untuk tidak lagi selalu terganggu dengan isu naik tidaknya BBM, atau perlu ditambah atau tidaknya subsidi. Akan lebih baik jika pemerintah mengubah upaya menyejahterakan rakyat dengan mengubah model intervensi. Mumpung data (kependudukan,red) sudah lengkap,” kata Bambang kepada wartawan, Sabtu (3/9/2022).
Bambang mengatakan pemerintah maupun Pertamina juga harus melakukan komunikasi publik yang baik.
Sehingga, tidak terjadi kepanikan masyarakat terkait rencana penyesuaian harga BBM tersebut.
Baca juga: Jokowi soal Kenaikan Harga BBM: Hitung-hitungan Sudah Disampaikan, Kita Tinggal Putuskan
Sementara, pengamat politik dan isu strategis Prof. Imron Cotan mengatakan, pemerintah perlu memastikan tetap mampu menjaga daya beli masyarakat.
Pemerintah meluncurkan program bantuan sosial, yang terdiri dari bantuan langsung tunai (BLT) kepada 20,6 juta masyarakat lapisan bawah sebesar Rp 600.000 per keluarga per bulan; subsidi upah kepada 16 juta pekerja, sebesar Rp 600.000 per kepala per bulan dan subsidi untuk sektor transportasi, ojek, dan nelayan, sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum, yang dikelola oleh pemda-pemda di seluruh Indonesia.
’’Bansos menyasar kelompok masyarakat yang tepat menjadi elemen penting dalam penyesuaian harga BBM bersubsidi, sehingga keadilan dapat dihadirkan, karena subsidi tidak dinikmati kelompok yang tidak berhak,” jelasnya.