TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna dan Marsda (Purn) Supriyanto Basuki kooperatif dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI Angkatan Udara tahun 2016-2017.
Pasalnya, Agus dan Basuki mangkir dari panggilan tim penyidik KPK sebagai saksi dalam perkara tersebut pada Kamis (8/9/2022).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan menjadwalkan kembali pemanggilan Agus dan Basuki.
"Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan," kata Ali, Sabtu (10/9/2022).
Ali mengatakan, keterangan Agus dan Basuki sangat dibutuhkan, yakni agar perbuatan rasuah Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias Jhon Irfan Kenway (JIK) selaku tersangka menjadi terang-benderang.
"Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka," katanya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tersangka Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway.
KPK resmi menahan Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway pada 24 Mei 2022.
Baca juga: KPK Bongkar Modus Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU
Sebelumnya, ia sempat mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Irfan adalah Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang.
Kasus ini bermula pada Mei 2015 ketika Irfan dan pegawai perusahaan AgustaWestland Lorenzo Pariani bertemu Mohammad Syafei yang saat itu menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.
Pertemuan itu membahas akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW-101 VIP atau VVIP TNI AU.
Irfan selaku agen AW diduga memberikan proposal harga pada Syafei dengan mematok harga satu unit heli 56,4 juta dolar AS.
Sementara antara Irfan dengan pihak AW, harga yang disepakati adalah 39,3 juta dolar AS atau Rp514 miliar.