News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Helikopter AW

KPK Imbau Eks KSAU Agus Supriatna Kooperatif di Kasus Korupsi Helikopter AW-101

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna dan Marsda (Purn) Supriyanto Basuki kooperatif dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI Angkatan Udara tahun 2016-2017.

Pasalnya, Agus dan Basuki mangkir dari panggilan tim penyidik KPK sebagai saksi dalam perkara tersebut pada Kamis (8/9/2022).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan menjadwalkan kembali pemanggilan Agus dan Basuki.

"Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan," kata Ali, Sabtu (10/9/2022).

Ali mengatakan, keterangan Agus dan Basuki sangat dibutuhkan, yakni agar perbuatan rasuah Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias Jhon Irfan Kenway (JIK) selaku tersangka menjadi terang-benderang.

"Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka," katanya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tersangka Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway.

KPK resmi menahan Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway pada 24 Mei 2022. 

Baca juga: KPK Bongkar Modus Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU

Sebelumnya, ia sempat mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Irfan adalah Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang.

Kasus ini bermula pada Mei 2015 ketika Irfan dan pegawai perusahaan AgustaWestland Lorenzo Pariani bertemu Mohammad Syafei yang saat itu menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Pertemuan itu membahas akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW-101 VIP atau VVIP TNI AU. 

Irfan selaku agen AW diduga memberikan proposal harga pada Syafei dengan mematok harga satu unit heli 56,4 juta dolar AS. 

Sementara antara Irfan dengan pihak AW, harga yang disepakati adalah 39,3 juta dolar AS atau Rp514 miliar.

Pada November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP mengundang Irfan dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek. 

Namun, hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah menunda pengadaan helikopter.

Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penahanan mengatakan rencana pengadaan ini berlanjut pada 2016 dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang yang hanya diikuti dua perusahaan. 

“Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri kontrak pekerjaan,” kata Firli.

Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai 56,4 juta dolar AS dan disetujui oleh PPK. 

KPK menduga Irfan aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan PPK Fachri Adamy. 

Proses lelang ini diduga diakali sehingga hanya perusahaan Irfan yang akan menang.

KPK menduga Irfan sudah mendapatkan bayaran 100 persen. 

Ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, seperti tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda. 

Akibat perbuatannya, KPK menengarai Irfan merugikan negara sejumlah Rp224 miliar. 

Saat digelandang ke mobil tahanan, Irfan irit bicara. 

“Saya masih lama di sini, nanti saja bertanyanya,” kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini