"Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa (para terdakwa, red) tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Liliek Prisbawono Adi dalam persidangan, Selasa (13/9/2022).
Atas putusan tidak diterimanya nota keberatan para terdakwa ini, maka persidangan kasus mafia minyak goreng akan dilanjutkan dengan pembuktian.
Untuk agenda selanjutnya, majelis hakim memerintahkan kepada JPU pada Kejaksaan Agung RI untuk menghadirkan para saksi.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan atas perkara terdakwa. Selanjutnya jaksa hadirkan 4 orang saksi sebagaimana berita acara pada sidang berikutnya," ucap hakim Liliek.
Agenda pemeriksaan saksi itu sendiri akan digelar pada Selasa (20/9/2022) pekan depan dengan rencana jaksa menghadirkan empat orang saksi yang merupakan staf dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Atas dakwaan itu, para terdakwa menyatakan keberatan dan mengajukan eksepsi.
Salah satunya yakni terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei yang dalam eksepsinya mempertanyakan mengenai penghitungan kerugian keuangan negara yang didasarkan pada bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp6 triliun untuk membantu masyarakat menghadapi lonjakan harga minyak goreng.
Begitu juga dengan penghitungan kerugian perekonomian negara dari penerbitan persetujuan ekspor CPO yang cantumkan dalam surat dakwaan sebesar Rp12,3 triliun.
“Penyaluran BLT itu kan kebijakan pemerintah dan bentuk tanggung jawab pemerintah ketika melihat dan merasakan kesulitan yang dialami masyarakat. Bagaimana hal itu kemudian dianggap sebagai kerugian keuangan negara? Penghitungan kerugian perekonomian negara yang jumlahnya begitu fantastis juga menurut kami tidak tepat. Apalagi, kalau penghitungannya dilakukan seolah-olah ekspor CPO beserta turunannya sama dengan penjulan produk terlarang untuk diperdagangkan,” papar kuasa hukum Lin Che Wei, Maqdir Ismail di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Lebih lanjut Maqdir mengatakan, dakwaan terhadap Lin Che Wei dengan menggunakan Pasal 18 Undang-Undang Tipikor bukan hanya berlebihan, tetapi justru melawan hukum.
Sebab, tidak ada fakta bahwa ada uang ataupun barang yang diperoleh oleh Lin Che Wei karena telah membantu Menteri Perdagangan.
“Motif terdakwa Lin Che Wei membantu Menteri Perdagangan karena niat baik untuk membantu kesulitan yang dialami akibat krisis minyak goreng, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, hal ini juga dinyatakan dalam surat dakwaan bahwa Lin Che Wei tidak mendapat fee dari bantuan yang diberikannya. Tidak ada harta atau kekayaan yang dia terima, selain nama buruk karena didakwa melakukan korupsi dan diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor,” sanggah Maqdir.
JPU dalam surat dakwaan juga menuduh Lin Che Wei yang mengusulkan agar syarat persetujuan ekspor berupa pemenuhan realisasi distribusi dalam negeri (domestic market obligation/DMO) yang telah di tetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2022 diubah atau dikembalikan sebagaimana Permendag Nomor 2/2022.
“Justru, pihak yang mengusulkan telah di jelaskan oleh JPU dalam surat dakwaan huruf a halaman 12, yaitu Saudara Lie Tju Tjien/Chin Wilmar dan Thomas Muskim dari Wilmar Group serta pengusaha lainya yang menyampaian keberatan dan merasa terbebani atas persyaratan DMO. Artinya, Lin Che Wei telah didakwa atas perbuatan orang lain,” tandas Maqdir.